JOMBANG, FaktualNews.co – Indikasi mark up pengadaan bahan bakar minyak (BBM) di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, mulai terkuak. Dugaan praktik kotor itu bahkan disebut sudah merugikan keuangan negara hingga ratusan juta rupiah.
Salah seorang sumber yang enggan disebutkan identitasnya dengan berbagai pertimbangan menyebutkan, dugaan praktik kotor, mark up pengadaan BBM untuk kendaraan Dinas PUPR Jombang ini terjadi pada tahun anggaran 2017. Bahkan, ia menyebut nominalnya hingga ratusan juta rupiah.
“Ada upaya penggelembungan dana pembelian BBM pada anggaran 2017 dan ditemukan kerugian negara sebesar Rp 250 juta,” ungkap sumber ini, Rabu (19/12/2018). Bahkan, temuan ini sudah diketahui Inspektorat Kabupaten Jombang. Akan tetapi, ia memastikan tidak ada tindak lanjut atas temuan tersebut.
Lebih jauh diungkapkan sumber, kabar terbaru yang diterima pihaknya, Inspektorat hanya meminta agar kerugian negara tersebut dikembalikan. “Katanya sudah dikembalikan ke Kas Daerah, namun yang jadi pertanyaan, apakah benar pengembalian ini bisa menghilangkan tindakan meawan hukum yang sudah dilakukan,” tanya sumber ini.
Pengembalian kerugian negara yang terjadi pasca adanya temuan dari Inspektorat ini, menurut pakar Hukum Acara Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir, tidak serta merta menghilangkan tindak pidana. Mudzakkir berpendapat, bahwa pengembalian uang atau kerugian negara dapat menjadi alasan untuk mengurangi pidana yang dijatuhkan.
Pengembalian tersebut, menurut Mudzakkir, berarti ada itikad baik untuk memperbaiki kesalahan. Namun ditegaskan Mudzakkir, bahwa pengembalian uang tidak mengurangi sifat melawan hukum.
Dalam beberapa kasus, pengembalian hasil tindak pidana sering dikaitkan dengan waktunya. Bila pengembalian dilakukan sebelum penyidikan dimulai, seringkali diartikan menghapus tindak pidana yang dilakukan seseorang. Namun, bila dilakukan setelah penyidikan dimulai, pengembalian itu tidak menghapus tindak pidana.
“Kalau menurut saya, dikembalikan sebelum atau sesudah penyidikan itu tetap melawan hukum. Misalnya saya mencuri, lalu mengembalikan barang curian sebelum orang lain tahu. Itu kan tetap tindak pidana,” jelas Mudzakkir dilansir dari hukumonline.com.
Relevansi antara pengembalian uang hasil korupsi terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan (terhadap pelaku), dijelaskan juga dalam pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta penjelasannya. Dalam pasal 4 UU 31 Tahun 1999 dinyatakan antara lain bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 UU tersebut.
Inspektur Kabupaten Jombang I Nyoman Swardhana, ketika dikonfirmasi perihal tersebut belum memberikan keterangan resmi. Pesan singkat yang dikirim redaksi FaktualNews.co melalui aplikasi whatsapp tidak di balas. Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi terus dilakukan namun belum mendapat respon.(Zen/Adi)