JOMBANG, FaktualNews.co – Indikasi mark up pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM), tak hanya terjadi di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Jombang. Melainkan, juga berpotensi terjadi di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain.
Sumber terpercaya FaktualNews.co menyebutkan, masing-masing OPD Pemkab Jombang, mendapat jatah pengadaan BBM yang cukup besar setiap tahunnya. Nominalnya pun mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
“Salah satu contohnya di DPRD Jombang. Dulu saja, di tahun 2013, jatah BBM Ketua DPRD itu mencapai Rp 6 juta perbulan. Kalau setahun sudah Rp 72 juta. Uang Rp 72 juta itu kalau untuk membeli BBM untuk mengisi kendaraan bahkan sekalian diminum, karena uangnya banyak jadi minum BBM, jelas tidak habis,” sindir sumber yang enggan disebutkan identitasnya itu, Jumat, (21/12/2018).
Dirinya pun mengaku tak heran jika mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR Jombang itu terjadi. Sebab, praktik kotor itu lazim dilakukan para pejabat untuk bisa mendulang rupiah. Apalagi, hasil yang didapat dari mark up pengadaan BBM bisa mencapai ratusan juta.
“Tahun 2017 saja itu sampai Rp 250 juta. Itu baru yang terungkap dan diketahui Inspektorat, belum tahun-tahun sebelumnya. Seperti sudah menjadi tradisi,” terangnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Fakultas Hukum Undar Jombang, Solikin Rusli, mengatakan, proses pengembalian kerugian negara hasil dari mark up BBM oleh pejabat di Dinas PUPR Jombang, memang tidak serta merta menghapus unsur pidananya.
“Tapi menurut saya, ada hal lain yang juga tidak kalah penting. Yakni adanya indikasi perbuatan serupa (mark up pengadaan BBM) yang dilakukan di OPD lain. Inspektorat dalam hal ini tidak cukup berhenti setelah kerugian negara dikembalikan, melainkan harus menyelidiki di OPD-OPD lainnya,” tuturnya.
Menurutnya, Dinas PUPR merupakan salah satu OPD yang terbukti (dari hasil penyelidikan Inspektorat) melakukan mark up pengadaan BBM. Sehingga bukan tidak mungkin, perilaku serupa juga terjadi di OPD lainnya.
“Dinas PUPR ini kan hanya salah satu, misalnya di Jombang ada 24 OPD, dan semua melakukan, berapa kerugian negaranya. Tidak hanya ratusan juta, tapi miliaran,” jelasnya.
Selain itu, Inspektorat Jombang memiliki tugas penting selain melakukan penyelidikan terkait dengan adanya mark up pengadan BBM di OPD lain. Yakni dengan memberikan rekomendasi terhadap pelaku atau pejabat yang melakukan praktik kotor itu.
“Apakah dengan dikembalikan kemudian sudah selesai? Inspektorat harusnya memberikan rekomendasi kepada Bupati untuk memberikan sanksi kepada pelaku, kalau istilah dalam hukumnya. Mungkin sanksi dipindah, atau diturunkan jabatan, bahkan hingga non-job. Nah itu sudah dilakukan atau belum,” tandas Solikin yang juga mantan anggota DPRD Jombang ini.
Dugaan praktik mark up pengadaan bahan bakar minyak (BBM) di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terus menguat. Dugaan praktik kotor itu bahkan sudah ditangani Inspektorat Jombang.
Namun sayangnya, tidak ada tindaklanjut dalam penyidikan yang dilakukan Inspektorat Jombang itu. Inspektorat hanya merekomendasikan agar kerugian negara akibat mark up pengadaan BBM tahun 2017 di Dinas PUPR Jombang itu dikembalikan ke Kas Daerah.
Sumber yang enggan disebutkan identitasnya menyebutkan, praktik mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR Jombang itu dilakukan sejak lama. Namun baru terkuak di tahun 2017. Ia menyebutkan, lokasi pengisian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menjadi mitra dalam melakukan mark up berada di wilayah Mojongapit, Kecamatan/Kabupaten Jombang.
Modus yang digunakan oknum pejabat di Dinas PUPR Jombang itu ada dua macam. Misalnya, membeli BBM dengan harga Rp 100 ribu, namun meminta nota Rp 200 ribu. Kemudian kupon (nota) pembelian BBM nota yang dikeluarkan Dinas PUPR untuk 10 liter, tapi yang diisikan hanya 5 liter, sisanya diuangkan.
Menruutnya, praktik kotor itu sudah diakui sama pemilik SPBU. Sumber yang mewanti-wanti agar identitasnya disembunyikan itu menyebut, pelaku mark up pengadaan di Dinas PUPR itu berinisial S. Ia menduduki salah satu posisi strategis di Dinas PUPR Jombang.
Sayangnya, Kepala Dinas PUPR Jombang, Hari Oetomo saat hendak di konfirmasi terkait dengan dugaan mark up pengadaan BBM tersebut memilih bungkam. Tidak ada respon saat redaksi FaktualNews.co menghubungi yang bersangkutan melalui sambungan ponselnya.(Zen/Adi)