Birokrasi

Mark Up BBM Dinas PUPR Jombang, Bupati Mundjidah : Bukan Pejabat, Tapi Rekanan

JOMBANG, FaktualNews.co – Kasus dugaan mark up pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM), yang dilakukan oleh oknum pejabat Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, nampaknya bakal tak jelas jeluntrungnya. Bahkan, oknum yang diduga otak pelaku dalam praktik kotor ini dipastikan tidak akan mendapat sanksi apapun.

Bupati Jombang, Mundjidah Wahab pun membantah jika mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR Jombang itu melibatkan oknum pejabat. Kendati dirinya tak menampik adanya rekomendasi dari Inspektorat Jombang agar kerugian negara terkait perilaku korup itu dikembalikan. Namun, Mundjidah mengaku bahwa itu merupakan lanjutan kasus yang lama yang sudah dilakukan penyelidikan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

“Kan masih dugaan saja, itu kelanjutan kasus yang lama dan bukan pejabat tapi dari rekanan-rekanan. Semua sudah dilakukan oleh BPK,” ungkap Mundjidah Wahab, Kamis (27/12/18).

Bupati Mundjidah Wahab mengaku tidak akan berupaya memberikan sanksi dan tindakan tegas. Sebab, oknum yang terlibat dalam mark up pengadaan BBM Dinas PUPR hingga merugikan negara ratusan juta rupiah ini bukan pejabat Pemkab Jombang.

“Upaya ke depan, ya tidak ada. Karena itu bukan pejabat kami kok (Dinas PUPR Jombang), itu kan dari rekanan-rekanan,” tukas Mundjidah.

Pernyataan Bupati Mundjidah Wahab ini bertolak belakang dengan sederet fakta yang ditemukan Inspektorat Jombang. Menurut sumber terpercaya FaktualNews.co, pelaku mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR Jombang merupakan oknum pejabat setempat berinisial S. Ia menduduki posisi yang cukup strategis dalam mengatur pengadaan barang dan jasa.

Masih menuru sumber, praktik mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR Jombang itu dilakukan sejak lama. Namun baru terkuak di tahun 2017. Ia menyebutkan, lokasi pengisian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menjadi mitra dalam melakukan mark up berada di wilayah Mojongapit, Kecamatan/Kabupaten Jombang.

Modus yang digunakan oknum pejabat di Dinas PUPR Jombang itu ada dua macam. Misalnya, membeli BBM dengan harga Rp 100 ribu, namun meminta nota Rp 200 ribu. Kemudian kupon (nota) pembelian BBM nota yang dikeluarkan Dinas PUPR untuk 10 liter, tapi yang diisikan hanya 5 liter, sisanya diuangkan. Menurutnya, praktik kotor itu sudah diakui sama pemilik SPBU.

Mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR itu bahkan sudah ditangani Inspektorat Jombang. Namun sayangnya, tidak ada tindaklanjut dalam penyidikan yang dilakukan Inspektorat Jombang itu. Inspektorat hanya merekomendasikan agar kerugian negara akibat mark up pengadaan BBM tahun 2017 di Dinas PUPR Jombang itu dikembalikan ke Kas Daerah.