Hukum

Mark Up BBM Dinas PUPR Jombang, Inspektorat mandul

JOMBANG, FaktualNews.co – Desakan agar aparat penegak hukum turun tangan guna mengusut dan membongkar praktik mark up pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terus berlanjut. Sebab, diindikasi, ada upaya ‘penyelamatan’ oknum pelaku mark up BBM dari jeratan hukum oleh Pemkab Jombang.

Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia wilayah Jombang, Eko Nugroho. Ia mengatakan, indikasi adanya upaya ‘penyelamatan’ para pejabat pencuri uang negara itu begitu kentara dilakukan Inspektorat Kabupaten Jombang.

“Menurut saya tidak bisa kalau hanya seperti itu. Tidak hanya sekadar kemudian mengembalikan. Dikembalikan itu kan karena ketahuan. Ya kalau saat itu diperiksa terus ketemu, kalau tidak ketemu (mark up anggaran) tidak mungkin dia mengembalikan itu,” kata Eko kepada FaktualNews.co, Kamis (27/12/2018).

Menurutnya, tindakan melawan hukum dalam praktik mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR itu sudah dilakukan. Praktik kotor mengembat duit negara itu sudah terjadi, sehingga unsur pidana dalam persoalan itu sudah terpenuhi. Eko juga mengatakan, pengembalian uang hasil korupsi terhadap sanksi pidana yang dijatuhkan (terhadap pelaku), dijelaskan juga dalam pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta penjelasannya.

Dalam pasal 4 UU 31 Tahun 1999 dinyatakan antara lain bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pasal 2 dan pasal 3 UU tersebut.

“Ini sudah jelas-jelas pidana. Aparat penegak hukum bisa melakukan pengusutan terkait dengan mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR ini. Dan ini sangat mudah, karena sudah jelas kasusnya. Sebab, hasil audit Inspektorat Jombang juga sudah ada,” imbuhnya.

Eko menuturkan, ada beberapa kasus di Pemkab Jombang yang menurutnya memiliki kesamaan. Yakni kasus korupsi satuan pelaksanaan penanggulangan bencana dan pengungsian (Satlak PBP) Tsunami tahun 2009 Rp 1,2 miliar dengan tersangka Mantan Kepala Bagian (Kabag) Administrasi Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Pemkab Jombang, Basuki Ahmada Yakub.

“Dia (Basuki Ahmada Yakub) sudah mengembalikan uangnya, tapi kan pidananya tetap berjalan. Sama kan dengan kasus ini. Jadi tidak ada persoalan bagi penegak hukum untuk tidak melakukan pengusutan dan penyidikan dugaan mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR ini. Kan belum terungkap, aliran dananya kemana saja,” terangnya.

Untuk itu, Eko mendesak agar aparat penegak hukum melakukan penyelidikan terkait dengan temuan Inspektorat ini. Tentunya dengan melakukan koordinasi dengan Inspektorat. “Meskipun itu sudah dikembalikan kerugian negaranya, karena tindakan melawan hukumnya sudah dilakukan, pihak penegak hukum bisa melakukan langkah itu (pengusutan). Ini sebagai pintu masuk guna mengungkap praktik kotor semacam itu. Karena bukan tidak mungkin, hal serupa juga terjadi di OPD lain,” tukasnya.

Kinerja Inspektorat Dipertanyakan

Tak hanya mendesak aparat penegak hukum turun gunung guna mengusut mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR Jombang, sorotan tajam juga ditujukan ke Inspektorat Jombang. Instansi yang bertugas melakukan pengawasan penggunaan keuangan negara ini dianggap ikut berperan dalam ‘mengamankan’ kasus ini.

“Menurut saya, berdasarkan ketentuan perundang-undangan itu jelas, bahwa PNS/ASN kalau melihat ada tindak kejahatan harus dilaporkan, sesuai dengan pasal 108 ayat 3 KUHP yan menyebutkan setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik. Jangan hanya kemudian melindungi sesama korp, itu (kerugian negara) hanya dikembalikan saja. Tidak bisa begitu,” jelas Eko.

Inspektorat, lanjut Eko sebagai penyelenggara negara selaku pemeriksa baik berjenjang hukum maupun administrasi, maka memiliki tanggungjawab besar dalam hal ini. Inspektorat memiliki andil dan wajib untuk melaporkan temuan itu ke penegak hukum. Karena unsur pidana merugikan keuangan negara sudah terpenuhi.

“Karena ini temuan pemeriksaan keuangan negara melalui Inspektorat, hasil temuan itu harus diumumkan. Kalau ada potensi tindak pidana harus dilaporkan. Kalau itu tidak dilaporkan, menurut saya perlu dipertanyakan kinerja Inspektorat. Jangan-jangan setiap ada kerugian negara hanya diminta dikembalikan atau jadi bancakan?,” sindir Eko.

Tak hanya itu, Eko juga mendesak agar Bupati Jombang Mundjidah Wahab dan Wabup Jombang Sumrambah, tidak hanya diam. Bupati harus segera melakukan langkah kongkrit. Bukan malah cuci tangan dengan dalih tidak mengatahui adanya praktik korupsi tersebut.

“Jika tidak, praktik mark up pengadaan BBM di Dinas PUPR Jombang itu akan menjadi preseden buruk bagi Pemkab Jombang. Slogan Pemkab Jombang itu ingin bersih tanpa adanya pungli, nah bersih tanpa adanya pungli itu perlu masyarakat ini mendapatkan bukti nyata, sehingga tidak hanya slogan semata,” pungkasnya.(Tari/Zen/Adi)