Parlemen

Tanggap Bencana, DPRD Desak Pemkab Jombang Tingkatkan Status Eselon BPBD

JOMBANG, FaktualNews.co – Pemerintah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, didesak segera meningkatkan status kelembagaan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Yakni dari eselon tiga, menjadi eselon dua. Upaya untuk mempermudah penanganan terhadap kejadian bencana alam yang bisa terjadi setiap saat.

Desakan itu disampaikan oleh Ketua Komisi A DPRD Jombang, Cakup Ismono, saat ditemui di ruang Komisi A DPRD Jombang, Senin (21/01/19).

Menurut Cakup, dengan statusnya saat ini, BPBD hanya memiliki fungsi koordinatif dan bukan merupakan lembaga eksekutor. Sehingga terkendala pada birokrasi yang ada. Sebab BPBD tidak bisa secara mandiri untuk menangani suatu kejadian bencana. Status yang ada saat ini juga dinilai menghambat pengadaan sarana dan prasarana untuk penanganan bencana secara dini. Termasuk segala bentuk bantuan.

“Saat ini status Kepala BPBD-kan ex officio yakni Sekda dan Kepala BPBD sebagai pelaksana, sehingga untuk memutuskan sesuatu ini kepala BPBD masih harus ke Sekda dulu, lalu ke OPD terkait lainya misalkan PUPR dan lainnya”, ujarnya.

Lebih lanjut, Cakup menjelaskan, sejauh ini desakannya ini sudah pernah disampaikan kepada pihak eksekutif dalam rapat Banggar bersama tim anggaran. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan maupun umpan balik dari Pemkab Jombang. Disatu sisi, kata dia, peningkatan status eselon ini dipandang sangat perlu, mengingat sejumlah wilayah di Jombang telah dipetakan rawan terhadap bencana.

“Karena secara politik korwil Pemkab yang punya kewenangan, saya sadari memang untuk status ini memang butuh koordinasi dengan Gubernur dan Pemerintah Pusat sebab sejauh ini BPBD ini dibentuk dengan Peraturan secara khusus, lepas dari peraraturan pemerintah tentang kelembagaan yang ada,” jelasnya.

Cakup meyakini, dengan status eselon dua ini, upaya penangan bencana akan bisa dilakukan cepat tanpa harus menunggu birokrasi yang terlalu banyak. Terutama, lanjut Cakup, untuk pengadaan sarana prasarana yang terkait dengan upaya dan penanggulangan bencana secara otomatis akan terpenuhi. Misalkan, kata Cakup, alat pendeteksi pergerakan tanah atau EWS (Early Earning System).

“Sehingga bantuan-bantuan bisa dengan mudah diambil. Karena konsetrasi Pemerintah saat ini pada bencana, saya juga baca imbauan BMKG bahwa tahun ini memang diprediksi akan ada banyak bencana alam karena faktor cuaca, ini juga agar ada tindakan pencegahan lebih dini”, tuturnya.

Pemkab Jombang Tak Punya Early Warning System

Sementara sebelumnya, dua Kecamatan di Jombang, yakni Bareng dan Kecamatan Wonosalam dipetakan rawan terhadap bencana tanah longsor. Sedangkan, satu-satunya alat pendeteksi pergerakan tanah milik Balai SDA Provinsi Jawa timur yang terpasang di Desa Jarak sejak tahun 2013 lalu mengalami kerusakan sehingga tidak lagi berfungsi.

Ironisnya, Pemkab Jombang sendiri sampai saat ini tidak memiliki alat yang dinamakan Early Warning System (EWS) ini. Masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut diimbau untuk meningkatkan kewaspadaannya.

“Rawan longsor itu di sekitar Pengajaran Desa Galengdowo disana ada empat titik, di Desa Jarak ada tiga titik, lalu di Desa Ngrimbi dan Ngampungan Bareng juga ada, dan masih banyak lagi,” ungkap Gunadi, Kasi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jombang.

Selain tanah longsor, sejumlah wilayah juga dipetakan rawan terjadi banjir dan angin puting beliung. Warga yang tinggal di sepanjang bantaran sungai juga diimbau untuk berhati-hati. Ini mengingat adanya peningkatan volume air sungai menyusul adanya hujan deras dalam beberapa hari terakhir.

Meningkatnya volume air dan derasnya arus sungai ini, kata Gunadi berpotensi memicu terjadinya pergerusan tanah dibantaran sungai hingga luapan air yang menyebabkan terjadinya banjir.

“Banyak masyarakat di Jombang yang tinggal di sekitar bantaran sungai, mulai dari Wilayah Kecamatan Wonosalam, Mojowarno, Bareng, Mojoagung dan Sumobito,” pungkasnya.