SIDOARJO, FaktualNews.co – Kasus pembunuhan istri siri yang dilakukan suaminya dengan cara memukul palu kepala korban. Peristiwa yang terjadi di sebuah kost di Desa Kedungturi, RT 08 RW 04, Kecamatan Taman, Sidoarjo pada 13 November 2018 lalu. Rabu (30/1/2019), sang pelaku Sugiyono mulai diadili di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo,
Sugiyono (47), warga Bangunasrim RT 09 RW 02, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan, yang membunuh istri sirinya, Junisah (37), warga Desa Jati Makmur, RT 06 RW 02, Kecamatan Sogon, Brebes itu hanya tertunduk dihadapan Majelis Hakim PN Sidoarjo.
Dalam agenda dakwaan yang sekaligus pemeriksaan para saksi, Jaksa Penuntut Umum Kejari Sidoarjo Wahid, menghadirkan empat saksi, Yakni, Mistea, tetangga kos, Nur Fadilah, penanggung jawab kos, Eko Prasetyo Budi, Ketua RT 08 dan Sumiran, pemilik kos.
Keempat saksi yang dihadirkan itu diperiksa oleh majelis hakim yang diketuai Joedi. Bukan hanya itu, hakim juga langsung memeriksa terdakwa usai memeriksa para saksi lainnya.
Dalam fakta persidangan, terdakwa mengakui telah membunuh istri sirinya, Junisah dengan cara di pukul martil (palu) pada 13 November 2018 lalu sekitar pukul 03.00 Wib dini hari.
“Betul saya mengakui dan melakukan semua itu (pembunuhan) Pak Hakim. Saya mengaku khilaf,” akui terdakwa dihadapan Mejelis Hakim.
Terdakwa mengaku, pembunuhan itu dipicu karena cemburu kepada istrinya karena pada hampir tiap malam pukul 01.00 Wib dini hari sering pintu tempat kosnya terdengar digedor, lalu istrinya keluar, meski dirinya sering menegor istrinya.
Bukan hanya itu, lanjut terdakwa, pemicu lainnya karena faktor ekonomi. Ia mengaku sudah tiga bulan sebelum kejadian itu tidak bekerja. “Saya diusir sama istri, saya mencoba merayu tapi masih saja diomelin hingga akhirnya emosi,” ungkapnya.
Terdakwa juga mengaku, dirinya sempat frustasi hingga mencoba untuk bunuh di kamar mandi kosnya pada sore hari. “Tali sudah saya siapkan untuk gantung diri. Namun, karena cantolan kayu terlalu tinggi untuk memanjat, niat itu saya urungkan,” akunya.
Terdakwa kembali menemui istrinya untuk menenangkan situasi. Namun lagi-lagi emosi istrinya masih tinggi hingga terjadilah cek-cok lagi. Ketika itu terjadi, terdakwa mengklaim bahwa alat kelaminya ditendang istrinya.
“Karena emosi memuncak, saya melihat palu (martil) di dekat saya. Itu saya ambil lalu saya pukulkan berkali-kali dibagian kepala, lalu saya dekap dengan bantal,” ungkap terdakwa yang mengaku saat kejadian itu dua anaknya sedang tertidur lelap.
Terdakwa lalu memastikan istrinya sudah tidak bernyawa usai didekap dengan bantal, hingga membangunkan kedua anaknya mengajak ke Polsek Waru untuk menyerahkan diri. “Dua anak saya ajak naik motor untuk menyerahkan ke Polsek Waru,” terangnya.
Meski begitu, terdakwa menceritakan di persidangan, bahwa awal pertemuan dengan korban pada pertengahan tahun 2011 silam di Kabupaten Brebes. Ketika itu, terdakwa sedang bekerja sebagai kuli bangunan di sana. Dari situlah jalinan kasih sayang tumbuh hingga keduanya memutuskan untuk menikah siri.
Keduanya pun memutuskan untuk diboyong ke rumah terdakwa. Hasil pernikahan siri itu dikaruniahi anak pertama pada tahun 2012 silam. Meski begitu, pada awal tahun 2015 silam, korban memutuskan merantau ke Jakarta menjadi pembantu rumah tangga (PRT) untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
“Pas merantau itu tanpa ada kabar, lalu saya dihubungi gak bisa. Saya juga bingung,” ucap terdakwa. Menurutnya, kegalauan itu akhirnya terjawab setelah korban menghubungi dirinya dan memberi kabar sedang hamil tiga bulan.
“Saya kaget. Lalu saya menyuruh pulang ke Surabaya namun ditolak. Korban lalu pulang ke rumahnya (di Brebes) hingga melahirkan anak laki-laki,” ungkapnya.
Terdakwa yang masih cinta dengan korban akhirnya memutuskan menjemput ke Brebes, lalu diajak pulang ke Surabaya. “Saya rayu untuk pulang hidup bersama lagi, akhirnya mau,” ceritanya.
Dengan memboyong dua anaknya, terdakwa dan korban akhirnya memutuskan kos di Desa Kedungturi, RT 08 RW 04, Kecamatan Taman, Sidoarjo pada awal 2018 lalu. Kini terdakwa hanya tinggal menyesal atas perbuatannya itu. Ia didakwa pasal 338 KUH Pidana dan terancam hukuman 15 tahun penjara atas perbuatannya.