SIDOARJO, FaktualNews.co – Penyuap Wali Kota Pasuruan nonaktif, Setiyono, Muhammad Baqir akhirnya menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo, Senin (11/2/2019). Direktur CV Mahadir itu dituntut JPU KPK dengan tuntutan 2 tahun penjara.
Dalam surat tuntutan, Baqir dinyatakan terbukti bersalah memberi suap kepada Wali Kota Pasuruan nonaktif, Setiyono untuk memenangkan proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PLUT KUMKM) Pemkot Pasuruan Tahun 2018.
Selain menuntut dua tahun penjara, jaksa penuntut umum juga menuntut terdakwa membayar denda senilai Rp 50 juta. Namun, bila denda itu tidak dibayar maka terdakwa harus mengganti dengan hukuman penjara selama 3 bulan.
“Perbuatan terdakwa telah bertentangan dengan pasal 5 ayat (1) Jo Pasal 12 huruf a dan b UU No 20 Tahun 2001Tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 2009 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ucap Amir, JPU KPK ketika membacakan sidang tuntutan, Senin (11/2/2019).
Sebagaimana diketahui, kasus suap ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Kamis, 4 Oktober 2018 lalu terkait suap terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan tahun anggaran 2018, salah satunya belanja gedung dan bangunan pengembangan PLUT KUMKM pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan.
Dalam kasus itu OTT itu, KPK terlebih dahulu menangkap keponakan Wali Kota Pasuruan yakni Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik saat akan menyerahkan uang suap dari terdakwa Muhamad Baqir ke Walikota Setiyono.
Kasus itu akhirnya menyeret beberapa tersangka lain yaitu Wali Kota Pasuruan Setiyono, Staf Ahli Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan Pemerintahan Kota Pasuruan, Dwi Fitri Nurcahyo, tenaga honorer di Kelurahan Purutrejo, Wahyu Tri Hardianto.
Dalam kasus OTT proyek pembangunan PLUT-KUMKM, Wali Kota Setiyono mendapat komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai HPS yakni sebesar Rp. 2.297.464.000 ditambah 1 persen untuk Pokja. Pemberian dilakukan secara bertahap oleh terdakwa Muhammad Baqir.
Pemberian pertama terjadi pada tanggal 24 Agustus 2018 dengan cara transfer kepada Wahyu Tri Hardianto sebesar Rp 20 juta atau 1 persen untuk Pokja sebagai tanda jadi. Kemudian pada 4 September 2018 perusahaan terdakwa ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2.210.266.000.
Setelah ditetapkan sebagai pemenang, terdakwa akhirnya menyertor uang tunai kepada Wali Kota melalui pihak-pihak perantara sebesar 5 persen atau kurang lebih Rp.115 juta. Pemberian uang yang kedua kalinya itu diberikan pada 7 September 2018.
Sementara, sisa komitmen fee lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama cair hingga akhirnya tertangkap tangan oleh KPK. Meski begitu, Penasehat Hukum terdakwa akan melakukan pembelaan atas tuntutan itu.
“Kami ajukan pledoi,” ujar Suryono Pane, Penasehat Hukum terdakwa usai sidang yang diketuai I Wayan Sosiawan.