SIDOARJO, FaktualNews.co – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo akhirnya menuntut doktor Christea Frisdiantara dengan tuntutan pidana selama 2 tahun penjara.
Menurut JPU Kejari Sidoarjo, perbuatan Ketua Yayasan PPLP PT PGRI Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan dengan sengaja memakai surat.
“Yang isinya atau yang dipalsu, seolah-olah benar dan tidak dipalsu yang dapat menimbulkan kerugian, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat 2 KUHP, Junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ucap Guruh Wicahyo Prabowo, JPU Kejari Sidoarjo ketika membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim PN Sidoarjo yang diketuai Djoni Iswantoro, Senin (18/2/2019).
Dalam pertimbangannya, tuntutan itu dijatuhkan sesuai fakta persidangan diantaranya yang memberatkan terdakwa sebagai pengajar tidak memberi contoh panutan yang baik dan terdakwa sudah pernah dihukum. “Untuk yang meringankan bahwa terdakwa bersikan sopan dalam persidangan,” ucap Guruh.
Meski begitu, atas tuntutan itu B Sunu, tim penasehat hukum terdakwa mengaku keberatan. Ia menilai tuntutan yang dijatuhkan kepada kliennya tidak realistis. “Tuntutan itu tidak realistis,” ucap dia.
Sunu mengklaim bahwa dalam tuntutan, JPU membuktikan pasal 263 ayat 2 KUHP, Junto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP terbukti terkait turut serta. Padahal, ucap dia, pasal yang dibuktikan tersebut ada kaitannya dengan 263 ayat 1. “Kalau turut serta berati ada pelaku lainnya. Kalau melihat idalam dakwaan kan Yulianto sudah tersangka,” ucap dia.
Selain itu, Sunu juga keberatan Bripda Della, penyidik yang menerima hasil labfor surat domisili itu tidak dapat dihadirkan di persidangan dan bukti hasil labfor itu tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.
“Fakta-fakta itu akan kami ulas pada agenda pledoi,” ungkap dia.
Perlu diketahui, Christea didakwa telah menggunakan surat keterangan domisi palsu. Awalnya surat itu untuk kepentingan pengajuan kredit perumahan rakyat (KPR). Pengajuan itu rencananya digunakan untuk membeli rumah milik Puguh yang berada di Perum Magersari, Sidoarjo.
Untuk memperoleh surat keterangan domisili itu, terdakwa menguasakan kepada Puguh, yang menjanjikan bisa menguruskan karena memiliki kenalan seorang pengacara bernama Julianto Darmawan.
Pengurusan surat domisili itu untuk meyakinkan bank bahwa terdakwa benar warga Kelurahan Magersari, Sidoarjo. Padahal, terdakwa warga Malang dan tidak pernah tinggal di Sidoarjo.
Setelah surat domisili itu selesai, surat domisili tersebut tidak digunakan untuk pengajuan kredit di bank, melainkan digunakan untuk mengajukan permohonan pengubahan tanda tangan, speciment bank dari PPLP PT PGRI versi Soedja’i menjadi tanda tangan Christea Frisdiantara di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
Tujuan permohonan itu digunakan untuk membuka pemblokiran bank, yang sudah diblokir oleh pengurus lama. Terdakwa menguasakan pengurusan itu kepada Yulianto, kuasa hukum, hingga permohonan itu dikabulkan oleh PN Sidoarjo.
Namun, belum sempat dibuka pemblokiran bank, perbuatan terdakwa akhirnya terungkap setelah ada pihak yang mengkroscek di PN Sidoarjo. Apalagi, dalam permohonan itu terdakwa menggunakan surat keterangan domisili dari Sidoarjo, padahal terdakwa asli warga Malang.
Dari situlah kemudian dikroscek surat keterangan domisili terdakwa. Setelah dilakukan kroscek bahwa Kelurahan Magersari, Kecamatan Sidoarjo tidak pernah mengeluarkan surat domisi atasnama terdakwa.