SIDOARJO, FaktualNews.co – Hermin Widiastuti, terdakwa perkara pembuat faktur pajak fiktif mengungkap sejumlah nama dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Senin (1/4/2019).
Mantan pegawai PT Ispat Wire, anak perusahaan PT Ispat Indo itu menyebut dirinya diperintah dua orang untuk menerbitkan faktur pajak fiktif dari PT Harapan Lima Insan (HLI) yang diperuntukan 44 perusahaan pada tahun 2011 dan 56 perusahaan pada 2012.
“Saya diperintah Bu Puji dan Pak Amir untuk membuat faktur tersebut,” ucap terdakwa di hadapan majelis hakim yang diketuai Suprayogi SH dalam agenda sidang pemeriksaan terdakwa.
Terdakwa mengungkapkan, dua nama yang disebut itu merupakan otak pelaku yang memerintahkan dirinya selama ini untuk membuat faktur pajak dari PT HLI yang diperuntukan sejumlah perusahaan tersebut, meski terdakwa tidak pernah bekerja di perusahaan itu.
“Kalau dua orang yang memerintahkan saya itu setahu saya menjadi konsultan perusahaan, tapi saya tidak tau perusahaan mana saja. Semua data data termasuk NPWP sejumlah perusahaan yang menerima faktur dari Bu Puji,” ungkapnya.
Selama itu, lanjut dia, dari pembuatan faktur tersebut, terdakwa mengaku hanya mendapat fee 2 persen dan honor senilai Rp. 500 ribu untuk setiap bulannya. Meski begitu, dua orang yang diungkap itu tidak pernah dihadirkan dalam persidangan.
Selain membuat faktur yang dibuat di rumahnya di Desa Kedungturi, Kecamatan Taman, Sidoarjo, terdakwa juga mengaku memalsukan tanda tangan maupun kwitansi dari PT HLI tanpa seizin pihak pimpinan perusahaan tersebut.
Sebagaimana diketahui, terdakwa Hermin didakwa telah membuat faktur pajak fiktif dari PT HLI yang merupakan rekanan PT Ispat Indo yang bergerak di bidang pelayanan jasa. Faktur fiktif itu diterbitkan untuk 44 perusahaan pada tahun 2011 dan 56 perusahaan pada 2012.
Faktur fiktif yang diterbitkan itu seakan-akan ada transaksi pembelian barang berupa besi dari sejumlah perusahaan, padahal itu tidak pernah ada. Untuk menerbitkan faktur itu, terdakwa menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tanpa hak dan izin dari sejumlah perusahaan tersebut.
Atas terbitnya faktur fiktif itu negara dirugikan sekitar Rp. 3 miliar. Atas perbuatannya, terdakwa didakwa melanggar pasal 39 ayat 1 huruf b KUP, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.