JOMBANG, FaktualNews.co – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terus memperbaiki teknis pelaksanaan Program Pengembangan dan pengelolaan irigasi Partisipatif Terpadu (IPDMIP). Salah satu yang jadi perhatian yakni upaya perlindungan terhadap dampak sosial maupun lingkungan.
IPDMIP merupakan suatu program yang dirancang menggunakan Result Based Lending (RBL) atau pinjaman yang berbasis hasil atau output. Menurut Kepala Bidang Sumbe Daya Air Dinas PUPR Jombang, Imam Bustomi, untuk bisa masuk dalam program RBL setiap proyek yang diusulkan harus melalui tahapan skrining, dimana RBL tidak akan membiayai proyek dengan dampak yang merugikan (kategori A) untuk lingkungan dan sosial.
“Untuk proyek dengan Kategori B untuk aspek sosial meliputi kegiatan pengadaan tanah dan permukiman kembali dan kegiatan pembersihan/pengosongan lahan (Land Clearing) serta masyarakat adat akan memerlukan Program Penilaian Sistem Perlindungan (Program Safeguard System Assessment – PSSA),” terangnya, Rabu (01/5/2019).
Bustomi menuturkan, guna melaksanakan rekomendasi PSSA, diperlukan petunjuk teknis pelaksanaan PSSA bagi kegiatan IPDMIP. Ada beberapa dampak dan resiko sosial yang perlu diperhatian, diantaranya, resiko terkait pengadaan tanah dan permukiman kembali Secara Sukarela dan atau pembersihan/pengosongan lahan (Land Clearing).
Dijelaskannya, kegiatan program yang memicu pengadaan tanah dan permukiman kembali muncul dari kegiatan di area output 3 (peningkatan infrastruktur sistem irigasi), yang melibatkan pekerjaan sipil. Rehabilitasi saluran irigasi dan struktur terkait akan dilaksanakan di saluran irigasi eksisting (ROW).
“Yang kedua adalah risiko masyarakat adat. Kegiatan rencana rehabilitasi saluran irigasi dapat menimbulkan dampak terhadap keberadaan masyarakat adat. Program IPDMIP dikategorkan B untuk masyarakat adat”, tuturnya.
Selanjutnya, Proses Penyaringan Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali. Dituturkannya, Implemention Agency (IA’s) akan menghindari pengadaan tanah dan permukiman kembali serta dampak negatif potensial dengan kategori A. Kata dia, jika pengadaan tanah dan permukiman penduduk diperlukan dengan Kategori B, maka tindakan penanganan dampak akan disiapkan dengan senantiasa bekonsultasi dengan pihak yang berhak dan pemangku kepentingan lainnya.
“Untuk mencek apakah suatu proyek yang diusulkan terkategori A, maka diperlukan proses skrining pengadaan tanah dan permukiman kembali baik dilihat dari skrining kategori maupun skrining dampak,” katanya.
Bustomi menambahkan, pengertian Kategori A menurut SPS ADB 2009 adalah proyek yang diusulkan kemungkinan besar akan memiliki dampak pemindahan penduduk tidak secara sukarela yang signifikan, maka rencana permukiman kembali termasuk penilaian dampak sosial diperlukan. Dampak pemukiman kembali, tuturnya, tidak secara sukarela dari proyek yang didukung ADB dianggap signifikan jika 200 orang atau lebih orang akan dipindahkan secara fisik dari rumah atau kehilangan 10% total produktif asset atau sumber pendapatan.
“Implemention Agency (IA’s) akan menghindari usulan sub proyek yang dapat menimbulkan dampak negatif potensial terhadap masyarakat adat dengan kategori A. Jika hasil skrining menunjukan kategori B, maka proyek yang diusulkan kemungkinan akan memiliki dampak terbatas pada masyarakat adat, maka Dokumen Rencana Masyarakat Adat atau Indegenous People Plan (IPP) termasuk penilaian dampak sosial diperlukan”, bebernya.
Lebih lanjut, Bustomi mengatakan, dampak dari proyek yang didukung ADB pada masyarakat adat ditentukan dengan menilai besarnya dampak dalam hal hak-hak adat terhadap penggunaan dan akses ke tanah dan sumber daya alam.
“Serta status sosial ekonomi, integritas budaya dan komunal, status kesehatan, pendidikan, mata pencaharian, dan jaminan sosial, dan pengakuan terhadap pengetahuan lokal, dan tingkat kerentanan komunitas masyarakat adat terkena dampak,” pungkasnya.