Perusahaan Benih Jagung di Jember Dilaporkan Polisi
JEMBER, FaktualNews.co – Gara-gara ruang kantornya di gembok rantai oleh perusahaan lain, PT. Uniagri Prima Teknindo melapor kepada pihak kepolisian atas tuduhan pencurian, perampasan, penggelapan, dan penguasaan tanpa hak atas barang-barang aset kantor, kepada PT. Asian Hybrid Seeds Tehnologies Indonesia (AHSTI).
Diketahui bangunan kantor PT. Uniagri Prima Teknindo berada di dalam komplek pabrik milik sebuah perusahaan benih jagung hibrida di Jalan Wolter Monginsidi No 26 Desa Rowo Indah, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
“Kami sebagai kuasa hukum perusahaan dulunya PT. CTA sekarang menjadi PT. Uniagri, yang dulunya bekerja sama dengan PT. JHS (Jagung Hibrida Sulawesi), sekarang menjadi PT AHSTI, beberapa bulan lalu sudah ada pembicaraan. Namun yang terjadi adalah adanya pemaksaan, dengan mengunci paksa (ruang kantor PT. Uniagri), dirusak kunci milik kami, dan mengusir seluruh pegawai kami,” kata Kuasa Hukum PT. Uniagri Prima Teknindo, Chairul Farid saat dikonfirmasi sejumlah media, Senin (17/6/2019).
Padahal barang-barang admnistrasi kantor tersebut, kata Farid, mulai dari sejumlah komputer, dan data-data penting masih berada di dalam kantor. “Namun kemudian, akhirnya pada bulan Ramadan kemarin, ada kesepakatan dengan Direktur Utama namanya Pak Toni, untuk kemudian dibawa barang-barang kami (pindah ke lokasi lain). Dengan syarat minta diratakan kembali dengan tanah (gedung kantornya), dan meminta sejumlah dinamo kecil yang sudah kami siapkan dan kerjakan,” jelasnya.
Tapi saat pihaknya masih melakukan pengerjaan untuk pindah ke lokasi baru, lanjutnya, sejak Sabtu (15/6/2019) kemarin, hingga hari ini. “Gudang tempat penyimpanan, baik itu besi dan mesin-mesin kami tidak dibuka. Padahal kunci-kunci itu sebelumnya milik perusahaannya. Tapi ini malah diganti, dengan kunci lain. Sehingga kami tidak bias memindahkan asset-aset milik kami,” ungkapnya.
“Jadi sesuai dengan surat kuasa kami. Ketika lihat di dalam, ada melanggar Pasal 363 tentang pencurian, Pasal 368 tentang perampasan, Pasal 372 penggelapan, dan Pasal 385 tentang perampasan hak,” tegasnya menambahkan.
Farid juga mengaku, atas perbuatan pihak PT AHSTI itu, kliennya merasa dirugikan karena tidak bisa memindahkan asset-asetnya yang bernilai di atas Rp 7 miliar itu. “Bahkan untuk ongkos sewa alat berat untuk memindahkan aset berupa besi dan mesin-mesin pemecah batu (stone crusher) sekitar Rp 5 juta perhari dan ongkos pekerja, juga harus kami keluarkan. Kami merasa dirugikan, dan kami akan menuntut perusahaan PT AHSTI itu,” tegasnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah, pihak PT AHSTI yang diwakili oleh salah satu Direktur Perusahaan Pauline, menyampaikan, dirinya tidak bisa memberikan keterangan karena yang berhak memberikan keterangan adalah Toni selaku direktur utama.
“Mohon maaf, saya tidak berhak memberikan keterangan karena yang berhak memberikan keterangan adalah Pak Toni. Kebetulan Pak Toni saat ini sedang berada di luar negeri di Filipina. Nanti saja Senin depan tanggal 24 Juni 2019,” kata Pauline singkat.