Pasca Pilpres, Ketum AMSI Ajak Media Move On
JOMBANG, FaktualNews.co – Jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, konstalasi politik di tengah masyarakat cenderung kembali memanas. Kondisi ini berpotensi membuat masyarakat terpecah.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wenseslaus Manggut mengatakan, media memiliki tugas penting dan peran strategis untuk membendung pergolakan itu. Upaya menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpecah, sudah semestinya menjadi agenda utama.
“Agenda media sudah seharusnya move on. Topik hari Senin apa hari Kamis apa, jangan hanya satu topik. Banyak agenda ke depan yang kita hadapi, bicara soal ekonomi, APBN, pendidikan dan harus move on kesitu,” ujar Wens dalam dialog khusus Peran Media dan Masyarakat dalam Merajut Damai Pasca Pemilu di Radio MNC Trijaya FM, Jakarta, Selasa (25/6/2019).
Menurut Kak Wens, sapaan akrabnya, banyak hal yang mesti dilakukan media sebagai salah satu pilar tegaknya demokrasi. Salah satunya dengan menyajikan topik dan konten berita yang aktual, terpercaya serta pemilihan topik pemberitaan yang tepat. Bukan hanya sekadar untuk meningkatkan rating.
“Dari sisi agenda banyak yang penting harus dibicarakan publik dan di muat media, seperti pendidikan, ekonomi, APBN. Kemudian belajar dari proses sidang di MK, begitu banyak pakar yang pintar dan lebih mengerti dari orang-orang yang sering kita kutip selama ini,” imbuh Wens.
Tak hanya itu, Kak Wens juga mengajak para pemilik media untuk lebih selektif dalam pemilihan narasumber. Dikatakan Wens, mengaca dari sidang MK dalam sengketa Pilpres 2019, banyak pakar dari perguruan tinggi yang memiliki kemampuan serta ahli di bidangnya.
“Namun sayangnya mereka jarang nongol di media. Padahal mereka mampu memberikan pencerahan kepada publik,” tukasnya.
Sementara itu Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriyana menuturkan, fungsi media mainstream adalah pilihan kebenaran informasi bagi publik. Terlebih saat ini, serangan berita hoax melalui media sosial (Medsos) seakan tak bisa surut.
“Jadi saat publik menerima banyak info berseliweran, yang tidak jelas benar tidaknya. Maka media mainstream harus menjadi jawaban atas kebingunan publik,” ungkapnya.
Yadi menilai model pemberitaan harus betul-betul membangun narasi-narasi positif. Agar publik paham daktak yang sebenarnya terjadi. Media mainstream wajib memberikan pemahaman kepada para pembaca, sehingga tak terjadi missleading. Sebab, hal itu akan membingungkan publik dan kondisi itu sangat berbahaya.
“Karena media sebetulnya tidak boleh menyimpulkan apapun. Media menyampaikan fakta-fakta yang terjadi. Itu adalah fungsi media sesungguhnya,” kata Yadi.
Dalam konteks Pilpres, lanjut Yadi, optimisme masyarakat akan kepemimpinan ke depan menjadi hal utama yang harus dibangun media-media mainstream. Hal itu menjadi wajib karena media di Indonesia memiliki kepentingan itu.
“Karena membangun optimisme itu tentu harus dilakukan oleh insan media, publik trusth, market trush. Atau apapun dibangun oleh optimisme akan menjadi pondasi kuat akan majunya masyarakat atau negara kedepan. Artinya fungsi media berperan seperti itu,” pungkasnya.