Inspirasi Haji
Kisah Ibadah Haji Hatim Al-Asham; ‘Jangan Khawatirkan Rezeki Keluarga’
SURABAYA, FaktualNews.co – Kisah berikut ini menceritakan satu penggal episode hidup Hatim Al-Asham ketika menunaikan ibadah haji. Sebuah kisah yang mengajari kita untuk tawakal, memasrahkan segalanya kepada Allah SWT.
Suatu kali ia ingin menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Ia pun mengumpulkan anak-anaknya dan memberitahukan rencananya untuk berhaji ke Baitullah. Akan tetapi istri dan anak-anaknya mencegah niatnya tersebut, mereka khawatir jika ia pergi, tidak ada yang akan menghidupi diri mereka.
Akan tetapi, salah seorang puterinya yang berusia 10 tahun, berkata dengan penuh keyakinan : “Wahai Ayah, silahkan Ayah pergi dan sempurnakanlah ibadah haji Ayah. Karena saya yakin, Ayah bukan pemberi rezeki.”
Hatim Al-Asham pun akhirnya bisa pergi menunaikan niatnya berhaji ke Baitullah dengan tenang. Akan tetapi, selang beberapa hari kemudian makanan di rumah habis. Lalu seluruh keluarga datang melabrak gadis yang membiarkan kepergian ayahnya itu, mereka melontarkan cacian dan celaan karena ke-sok tahuan gadis itu. Kini bagaimana mereka bisa makan? Tidak ada ayah yang mencarikan nafkah untuk mereka dalam jangka waktu lama.
Kemudian gadis itu menyepi dan berdoa pada Allah, agar Allah bersedia mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya yang saat ini tidak lagi memiliki bahan makanan atau apapun untuk dihidangkan.
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (QS, Ath-Thalaq : 2 – 3).
Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, Dia tidak akan mengabaikan seorang yang bertakwa. Allah memenuhi permohonan si gadis. Pada saat yang bersamaan, pemimpin negeri itu, sang amirul mukminin Abu Ja’far Al Manshur, sedang meninjau kondisi rakyatnya.
Ketika sampai di depan rumah Hatim, ia begitu didera rasa haus, yang hampir-hampir membunuhnya.
Ia berkata kepada salah satu pengawalnya : “Carikan aku segelas air.”
Maka pengawal itu masuk ke rumah terdekat, yaitu rumah Hatim. Para penghuni rumah pun segera menyediakan gelas yang bersih dan air yang sejuk.
Sang amirul mukminin meminum air yang disediakan, ia bertanya : “Rumah siapa ini ?“
Mereka menjawab : “Milik Hatim Al-Asham.”
Amirul mukminin bertanya lagi : “Hatim Al-Asham ulama besar muslimin?”
Mereka menjawab : “Benar.”
“Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi kami minum dari rumah orang shaleh. Dimana dia sekarang, agar kita memberi salam kepadanya?”
Mereka menjawab : “Dia pergi untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.”
“Kalau demikian, demi Allah, kita wajib mencukupi kebutuhan anggota keluarganya ketika dia tidak ada.”
Kemudian sang amirul mukminin mengeluarkan sekantong uang emas dan melemparkannya ke rumah Hatim Al-Asham. Akan tetapi Allah yang Maha Memberi Rezeki hendak memberikan tambahan rezeki yang lain.
Amirul mukminin menoleh ke arah para prajuritnya dan berkata : ”Barangsiapa yang mencintaiku, hendaklah ia melakukan seperti tindakanku tadi“. Maka, masing-masing prajurit melemparkan semua harta yang mereka bawa.
Akhirnya rumah keluarga Hatim penuh dengan emas. Si gadis bertawakal yang meyakini bahwa rezeki adalah pemberian Allah masuk ke kamarnya sambil menangis haru, saudara-saudaranya keluar mendengar tangisannya.
“Seorang makhluk telah memandang ke arah kita sekali pandang, sehingga kita pun menjadi kaya, lantas bagaimana jika Sang Khalik yang memandang ke arah kita? Allah maha kaya dan Allah maha berkehendak, maka bertawakallah.”