JOMBANG, FaktualNews.co – Proses pengisian perangkat desa Jombang terus menjadi sorotan. Dugaan permainan dalam pengisian perangkat desa berbasis komputer kali ini pun masih kental. Sejumlah perserta yang gagal mulai berani mengungkap sejumlah praktik kecurangan. Sebagaimana diungkapkan salah satu calon perangkat desa wilayah Kecamatan Mojoagung.
“Saat tes dengan sistem CAT (computer assisted test) di Surabaya, saya meraih nilai tertinggi yakni 315 sementara saingan saya 250. Ketika tes wawancara, saya gagal dan hanya mendapat nilai 15 sementara saingan saya yang diberi point 26,” tulis akun Rere Tari Lovefa dalam akun media sosialnya. Karena menang di tes wawancara ini, menurut Rere, saingannya dinyatakan lolos dalam seleksi perangkat desa.
Rere sendiri tak bisa menyembunyikan kekecewaan atas apa yang ia alami. Ia menganggap, proses pengisian perangkat desa berbasis komputer yang diberlakukan Pemerintah Kabupetan Jombang, hanya kamuflase untuk menutupi kebobrokan yang ada. “Buat apa diadakan CAT jika ujung-ujungnya tes wawancara dari Kepala Desa adalah penentu lolos tidaknya peserta,” kesal Rere.
Faktualnews.co (kelompok Faktual Media) mencoba mengkonfirmasi langsung akun Rere Tari Lovefa, namun belum mendapat balasan.
Hal yang sama juga ditulis akun Facebook Khoirul Anwar (qombune). Anwar menjadi salah satu calon dari Desa Keboan Kecamatan Ngusikan. Selain tidak berlakunya CAT, pihaknya juga menemukan adanya kejanggalan dalam proses seleksi perangkat desa kali ini.
“Ada aturan yang menyebut jika batas maksimal usia para peserta itu 42 tahun, tapi praktiknya ada yang usia 43 tahun lolos dengan mulus,” tambah Anwar. Ia juga mempertanyakan keseriusan Pemkab Jombang dibawah pemerintahan Mundjidah Wahab, dalam urusan anti pungli.
Meski menjadi salah satu peserta, ia mengaku tidak tahu harus melapor kemana jika menemukan ketidakberesan dalam proses seleksi perangkat desa. Anwar juga ragu, apakah temuan masyarakat itu nantinya mampu menggugurkan calon peserta yang lolos. Ataukah hanya sebatas menjadi lips service belaka sebagaimana yang terjadi pada era sebelumnya.
Salah satu sumber terpercaya faktualnews.co yang meminta identitasnya disembunyikan mengungkap, sinyalemen buruknya pengisian perangkat desa berbasis komputer saat ini bisa saja terjadi. “Modusnya cukup mudah, adanya permainan dari oknum pembuat soal ujian serta tim seleksi desa,” ungkap sumber ini.
Para jago ‘titipan’ ini, lanjut sumber, akan diberi training dulu terkait kisi-kisi soal yang bakal di ujikan. Selain itu, para jago ‘titipan’ ini masih diberi jaminan dengan pemberian nilai hasil tes wawancara yang merupakan kewenangan penuh kepala desa. Secara otomatis, selain bisa meraup nilai tertinggi dalam sistem CAT, mereka juga bisa lolos dengan mudah dalam tes wawancara.
“Seleksi pengisian perangkat desa itu kan berdasar aturan memang kewenangan desa, jadi pastinya landasan ini akan dijadikan tameng pihak Pemkab untuk berkelit masalah ini, jadi jika ada suara minor tentang pengisian perangkat desa maka sudah pasti para kades harus siap menanggung segala resiko sendiri kecuali Kades berani membongkar adanya keterlibatan oknum Pemkab Jombang sendiri,” jelas sumber ini.
Sumber lain menyebut, apa yang menimpa akun Rere dan Khoirul Anwar memang terjadi di Jombang. “Kasus Rere itu salah satu bukti nyata bahwa kewenangan Kades tidak bisa diamputasi,” jelas sumber yang enggan disebut namanya ini.
“Rumus penghitungan akhir adalah hasil CAT dibagi 500 x 70 (bobot nilai dari CAT). Jadi jika menilik kasus Rere, ia memperoleh hasil CAT 315 : 500 x 70 = maka ia mendapat skor 44,1 dan apabila ia mendapat nilai 15 dari hasil tes wawancara, maka total skor yang ia dapat 44,1 + 15 = 59,1,” rinci sumber ini.
Sementara untuk saingan Rere, meski nilai CAT dia 250, tapi ia mendapat point lebih dari Kepala Desa. “Jelas 250 : 500 x 70 = 35, tapi karena dapat point banyak dari kades yakni 26, maka total skor akhir 35 + 26 = 61, maka sudah pasti saingan Rere yang melenggang,” tambah sumber ini. Tapi ada juga satu kasus dimana, calon peserta yang hasil CAT nya maksimal. Dan ini yang tidak bisa diintervensi oleh Kades melalui hak preogatifnya.
Disinggung tentang rumusan angka 500 didapat darimana, sumber ini mengaku tidak mengetahui pasti. Namun, hal tersebut bisa dijadikan muara dalam hal penelusuran dugaan perbuatan melawan hukum. Baik oknum penyelenggara tes, oknum Pemkab dan oknum Kades sedari awal telah mengetahui rumusan hitungan ini. Apabila jago mereka kalah dalam tes CAT, maka cara paling mudah mengamankan jago adalah hasil tes wawancara.
Ia juga mengakui pengisian perangkat desa sebagaimana undang-undang dan perbup merupakan kewenangan desa. Pemkab hanya sebatas meng koordinir. Baik bank soal maupun interview merupakan hak pemerintah desa. Namun, yang harus dipahami, pemerintah desa tidak memiliki kemampuan menguasai jaringan dan koneksi dengan penyelenggara tes perangkat desa. “Pemkab Jombang yang melakukan penunjukan atas penyelenggara tes, jadi semua ada keterkaitan masing-masing,” pungkas sumber ini.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa selaku leading sector dari pegisian perangkat desa di Jombang ketika dikonfirmasi belum bisa memberikan keterangan resminya. Pejabat yang berwenang memberikan keterangan resmi tidak berada di tempat. “Bu Rika dan sejumlah pejabat lain sedang dinas luar ke kecamatan, ada giat sosialisasi,” terang Nur Kholik salah satu petugas DPMD, selasa (13/8/2019).