FaktualNews.co

‘Betro Tempo Doeloe’ di Mojokerto, Mulai Makanan hingga Kostum Jadul Ada di Sini

Sosial Budaya     Dibaca : 1707 kali Penulis:
‘Betro Tempo Doeloe’ di Mojokerto, Mulai Makanan hingga Kostum Jadul Ada di Sini
FaktualNews.co/amanu
Suasana Betro Tempo Doeloe di Desa Betro, Kemlagi, Mojokerto

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Waktu masih menunjukkan pukul 19.00 WIB, di Desa Betro, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Jumat (30/8/2019) malam.

Kerumunan warga, perempuan mengunakan pakaian kebaya dan laki-laki berbusana surjan mirip dalang, nampak memadati sebuah lapangan di desa setempat.

Tak ada nyala penerangan listrik, hanya ada sederetan stan makanan berjajar menyediakan jajanan tempo doeloe dengan mengunakan penerangan lampu minyak tanah maupun lampu obor.

Seperti mengembalikan ingatan kita pada jaman sebelum abad ke-19 Indonesia, di mana tanah Jawa masih minim, bahkan belum ada penerangan bertenaga listrik.

Ya, Jumat malam itu, memang digelar ‘Betro Tempo Doeloe’, kreasi warga desa setempat, sebagai bentuk uri-uri budaya Jawa.

Acara yang digelar di lapangan desa setempat ini, juga untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Bangsa Indonesia ke-74.

Kerumunan warga Desa Betro, tumpah ruah menjadi satu di lapangan.

Hampir setiap wilayah rukun tangga (RT) diwajibkan menampilkan stan yang berjualan makanan dan minuman jaman dulu alias jadul.

Seperti nasi jagung, sayur lompong, bubur struntul, jajanan gempo dan lain sebagainya. Tak hanya makanan jadul, dandanan yang digunakan juga jaman dulu.

Festival Betro Toempo Doloe dikemas mirip dalam pasar tradisional. Pengunjung maupun pedagang memakai pakaian zaman dulu.

Seperti kebaya untuk emak-emak dan surjan lurik lengkap dengan blangkon untuk para lelaki alias bapak-bapak. Tak hanya emak-emak dan bapak saja, namun juga anak-anak.

Stan yang didirikan untuk menjual makanan dan minuman juga dibuat dari bambu dengan atap dari rumput alang-alang yang dikeringkan.

Stan yang ditampilkan pun menggunakan asesoris penunjang zaman dulu. Seperti penggunaan lampu minyak tanah maupun lampu obor.

Tak lupa penggunaan daun pisang untuk menjual bungkus makanan juga bisa ditemui dalam pasar tradisional lengkap dengan asesoris peralatan dari bahan tembikar.

Untuk memikat tim juri, tak jarang warga juga menggunakan asesoris lainnya. Seperti sepeda ontel dan lainnya karena kegiatan festival ini juga dilombakan.

“Ada 18 stand makanan yang ada dalam Betro Toempo Doeloe,” ungkap Ketua Panitia, Purnomo.

Selain menjual makanan dan minuman, untuk menambahkan nuansa zaman dahulu, dalam acara ini juga disediakan berbagai mainan anak tempo dulu. Seperti, egrang dan angkluk. Juga ada pertunjukan Reog Ponorogo.

Menurutnya, kegiatan yang digelar kali kedua ini berlangsung sejak pagi, mula dari senam bersama, arak-arakan tumpeng berisi hasil bumi diiringi musik patrol diarak keliling desa.

Stan yang ditampilkan warga tersebut juga dilombakan dengan penilaian tampilan warung jadul, pakaian yang dikenakan, makanan yang dijual dan asesoris yang dipakai.

Tak hanya itu, warga juga bisa mendapatkan doorprize berupa dua ekor kambing dan furniture berupa meja.

“Tujuannya tidak lain memberikan kerukunan dan ke gotongroyong antar warga. Sehingga kita bersyukur dengan keadaan kita sekarang dibanding yang terjadi di masa lampau,” tuturnya.

Purnomo menambahkan, diharapkan masyarakat Desa Betro mengisi kemerdekaan RI dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi diri sendiri, sekitar dan Indonesia.

Sehingga menjadi Indonesia berdaulat, bersatu dan merdeka dengan diaplikasikan dengan membuat warung, jualan makanan dan pakaian tempo dulu.

Kepala Desa (Kades) Betro, Sutrikno menambahkan, kegiatan tersebut dilakukan guna memperingat HUT RI. Yakni dengan uri-uri budaya Jawa.

“Karena masyarakat saat ini, hampir lupa dengan budaya kejawaannya. Sehingga kegiatan ini untuk mengingat sejarah dan budaya Jawa,” tegasnya.

Tujuan penting lainnya tidak lain untuk membina kegotongroyongan masyarakat Desa Betro, karena ini dijadikan agenda tahunan warga Desa Betro.

“Dan semua yang ditampilkan murni tradisional dan makanan bebas dari bahan kimia,” kata Sutrikno.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah
Tags