FaktualNews.co

Diduga Terkait Pungli Prona, Kades Banyuarang Jombang Dilaporkan Kejaksaan

Hukum     Dibaca : 1857 kali Penulis:
Diduga Terkait Pungli Prona, Kades Banyuarang Jombang Dilaporkan Kejaksaan
FaktualNews.co/benny hendro
Bos FRMJ Fattah Rochim saat melapokan kasus dugaan pungli program Prona ke Kejari Jombang.

JOMBANG, FaktualNews.co-LSM Forum Rembug Masyarakat Jombang (FRMJ) melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Banyuarang, Ngoro, Jombang, ke Kejaksaan Negeri Jombang.

PTSL sendiri biasa disebut sebagai Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria.

“Yang saya laporkan ke Kejari (Kejaksaan Negeri) adalah prona tahun 2018. Dalam hal ini yang saya laporkan Achmad Anshori Wijaya selaku Kepala Desa Banyuarang karena menunjuk panitia prona dari unsur perangkat desa,” terangnya, Jumat (6/9/23019).

Fattah minta kejaksaan segera melakukan penyelidikan berdasarkan petunjuk dari alat bukti dan data-data yang ada pada laporan yang disampaikannya.

Menurutnya, inti laporan adalah dugaan adanya pungli pada pelaksanaan prona, yang itu bersumber atau karena adanya perangkat desa yang diangkat kades menjadi panitia prona.

Padahal, menurut Fattah, perangkat desa dilarang menjadi panitia prona. “Itu sudah ditegaskan dalam aturan dan sudah ditandaskan pihak kejaksaan dan kepolisian,” tegas Fatrah.

Diungkapkan, berdasarkan temuan pihaknya, di Desa Banyuarang ini kepala desa menunjuk panitia prona dari unsur perangkat desa. “Ada perangkat desa yang ditunjuk menjadi bendahara prona,” kata Fattah

Terkait dugaan pungli, sambung Fattah, terbukti ada keluhan warga yang dipungut biaya Rp 150 ribu per bidangnya atau per pemohonan untuk pengurusan Prona 2018.

“Oleh panitia, warga dipungut biaya Rp 150 ribu per bidangnya atau per pemohonan untuk pengurusan Prona. Kemudian biaya tersebut disetorkan kepada bendahara prona,“ kata Fattah

Lanjut Fattah, dari bukti kuitansi yang diperolehnya, ternyata total uang dari panitia untuk membiayai proyek prona cukup besar, lebih Rp 33 juta.

“Itu untuk per pemohonan di tiga dusun tersebut. Dan sampai sekarang belum dikembalikan oleh bendahara prona. Belum lagi warga mengeluh karena lambatnya pembuatan sertifikat prona,“ pungkasnya.

Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Jombang, Hari Achmad mengatakan, untuk menindaklanjuti laporan tersebut butuh proses, dengan mengumpulkan sejumlah barang bukti dan temuan lainnya.

“Memang benar ada laporan dari LSM FRMJ terkait prona di Desa Banyuarang, dan sudah kita tindaklanjuti, namun, saat ini saya belum bisa menyampaikan informasi terkait hal-hal yang sifatnya masih dalam proses penyelidikan,” kata Hari Achmad.

Dia berkilah, informasi lebih detil bisa disampaikan kalau kasus sudah pada tahap penyidikan.

“Apabila nanti dalam penyelidikan ditemukan sejumlah temuan, akan ditingkatkan ke penyidikan “ ujar Kasi Intelijen Hari Achmad, Jumat(6/9/2019).

Hari Achmad, mengatakan, berdasarkan keputusan Menteri Agraria, Lembaga yang berwenang dalam pelaksanaan program PTSL atau Prona adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN) .

Disinggung dasar aturan tentang penunjukkan panitia prona dari lingkup perangkat desa, Hari Achmad menyatakan tidak ada aturan baku terkait kepanitian prona.

Hanya saja, sambungnya, jika ada perangkat desa menjadi panitia prona di desanya, maka rawan terjadi konflik kepentingan dan mempunyai potensi penyalahgunaan terkait jabatannya sebagai perangkat desa dan dimungkinkan terjadi korupsi

“Belajar dari beberapa kejadian, panitia prona seharusnya bukan dari perangkat desa. Karena kalau panitia prona dari perangkat desa, rawan konflik kepentingan.

Misalnya, ketika dia memegang uang maka bisa berpotensi menyalahgunaan terkait dengan jabatannya sebagai perangkat desa dan rawan terjerat kasus korupsi,” tuturnya

Seperti yang selalu saya sampaikan, di PTSL, sambung Hari Achmad, yang seharusnya yang menjadi panitia prona adalah pemohon prona itu sendiri yang bukan dari perangkat desa.

Sejauh mungkin dihindarkan perangkat desa tergabung dalam panitia prona, meskipun dia ikut sebagai pemohon prona, karena besar potensi penyalahgunaan dan itu sudah terjadi di mana-mana.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah