PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Belasan pemilik kios di area eks gedung bioskop Regina mengeluh, sebab pagar dan pintu masuk ke gedung ditutup. Mereka meminta sesek bambu yang menutupi gedung dibuka. Namun, permintaan pedagang ditolak oleh LIRA, mengingat lahan yang berlokasi di jalan dr Sutomo Kota Probolinggo tersebut, masih dalam sengketa.
Dalam aksi penutupan, Selasa (1/10) sekitar pukul 09.00 WIB tersebut, sempat terjadi ketegangan. Suasana mencair, setelah pihak pedagang sanggup menghadirkan Sutanto, pria yang disebut-sebut pemilik lahan. Pedagang (Penjual) akan mempertemukan Sutanto dengan Lira, hari ini, Rabu (2/10). Hanya saja, masih belum diketahui waktu dan tempa pertemuan.
Agus Rudiyanto Ghofur, wakil dari belasan penjual mengaku, tidak terima gedung ditutup. Ia meminta sesek bambu yang ditempel di pagar dibuka kembali. Sebab, jika dibiarkan seperti itu jualan pedagang tidak laku. Pembeli atau pelanggan tidak bisa masuk ke dalam area gedung.
“Kalau ditutup seperti itu, dari luar kan tidak kelihatan. Dikira di dalam tidak ada yang jualan,” ujarnya.
Menurut mantan ketua DPRD periode 2014-2019 tersebut, pedagang punya hak untuk berjualan di kios yang ada di dalam area gedung. Mengingat, kontrak mereka berakhir hingga Desember alias 3 bulan lagi.
“Pedagang masih punya hak untuk menempati area di sini. Kan kontrak mereka berakhir 3 bulan lagi. Mereka mengontrak ke Sutanto,” katanya.
Pria yang biasa dipanggil Rudi tersebut, tidak tahu menahu soal perselisihan antara Harun Sulaiman dengan Anwar Sutanto. Yang jelas menurutnya, empat belasan pedagang yang berjualan di selatan gedung, tidak ujug-ujug menempati kios yang ada di selatan gedung.
“Mereka ngontrak ke Sutanto, mulai gedung ini buka tahun 1985 hingga sekarang. Sekitar 34 tahun. Kok tiba-tiba ditutup,” pungkasnya.
Safri Agung, walikota Lira setempat mengaku, menutup eks gerung bioskop Regina, agar Anwar Sutanto menemui dirinya. Sebab, beberapa kali dihubungi yang bersangkutan tidak pernah hadir. Lira sebagai pemegang kuasa dari pemilik lahan Harun Sulaiman ingin menyelesaikan perselisihan antara Harun Sulaiman dengan Anwar Sutanto.
“Kami memang berharap, Sutanto menemui kami. Mudah-mudahan besok datang,” tandasnya.
Pria yang biasa dipanggil Agung, tidak akan mengabulkan permintaan pedagang. Pihaknya hanya membuka pintu sisi selatan, sedang pintu sisi utara, ditutup total. Pintu selatan dibuka dengan system buka tutup. Pagi hingga petang dibuka dan setelah pedagang pulang, ditutup kembali. “Pagi kami buka. Begitu seterusnya,” ujarnya.
Pihaknya juga mempersilahkan pedagang tetap berjualan. Hingga kontraknya habis. Namun, setelah kontraknya habis yakni Desember, mereka tidak lagi boleh berjualan di lokasi tersebut, alias harus hengkang. Sebab, di awal tahun 2020, gedung dan kios (Bedak) dan bangunan apa saja yang ada di dalam, akan diratakan dengan tanah oleh pemiliknya.
“Kami tadi sepakat sampai tiga bulan. Setelah Desember, mereka harus hengkang,” tegasnya.
Agung membenarkan, kalau lahan seluas hampir setengah hektar itu masih belum resmi milik pemberi kuasa, Harun Sulaiman. Mengingat, hingga saat ini areal tersebut belum bersertifikat atas nama kliennya.
“Sertifikat terkendala dengan Sutanto. Dia tidak bisa dihubungi. Makanya, jika dia besok datang, persoalan sertifikat akan selesai,” tambahnya.
Diakui, tanah diatas sertifikat Nomor HGB 13 pada tahun 1979 pernah disengketakan antara Harun Sulaiman dengan Anwar Sutanto. Baik di tingkat Pengadilan Negeri Probolinggo dan Pengadilan Tinggi Surabaya, memenangkan Anwar Sutanto .
“Harun Sulaiman melakukan upaya kasasi dan menang,” ujar Agung.
Tidak puas dengan putusan kasasi, Anwar Sutanto mengajukan PK (Peninjaun Kembali), namun PK-nya ditolak alias dimenangkan oleh Harun Sulaiman.
Kemudian pada 25 Desember 1986, Sutanto mengadakan perjanjian jual beli bangunan dan peralihan hak dengan Harun Sulaiman sebedar Rp 50 juta.
“Jadi tanah ini sudah milik pak Harun Sulaiman. Tapi sertifikatnya belum selesai. Ya karena terkendala Sutanto,” pungkas Agung.