Peristiwa

Sepi Pengunjung, Even Tempo Doeloe di Kota Probolinggo Ada Pungutan?

PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Even Tempo Doeloe yang digelar di Stadion Banyuangga, Kota Probolinggo, diwarnai hiruk pikuk. Sejumlah pedagang (PKL) yang berjualan di acara tahunan tersebut, dikenai iuran Rp 250 ribu. Bahkan, stan atau lapak bertenda dipatok Rp 1,7 juta.

Alasannya, uang tersebut untuk biaya sewa tenda dan listrik, sedang tempat atau lokasi yang tidak bertenda untuk biaya penerangan.

Pungutan tersebut diungkap Alifaturrohman, ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima (P-PKL) Sabtu (16/11/2019) pagi.

Alif mengetahui hal tersebut atas laporan anggotanya, yang diterjunkan ke lokasi. Jika benar apa yang dilaporkan anggotanya, ia amat menyayangkan dan meminta Pemkot dan DPRD setempat turun tangan. Sebab, memungut sesuatu kepada pendukung acara yang digelar Pemkot, tidak
diperkenankan dan memberatkan pedagang.

Memang, lanjut Alif, penyelenggara menyewa tenda dari orang lain dan membayar ke PLN untuk penerangan dan keperluan apa saja selama event. Namun, iuran tersebut menurutnya terlalu memberatkan.

“Sewa tenda berapa. Paling mahal Rp 500 ribu seminggu. Saya belum tahu, apakah listrik untuk pedagang diambilkan dari even. Atau panitia nyambung langsung ke PLN,” ujarnya.

Tak hanya itu, karcis atau tiket hiburan dan permainan, menurut Alfi, tidak diplong atau diporporasi. Harusnya, tiket atau karcis diporporasi oleh Pemkot, agar Pemkot mengetahui jumlah karcis yang terjual.

“Loh kalau tidak diplong atau diporporasi, berarti tidak membayar restribusi ke Pemkot. Lantas, uang karcis itu larinya kemana. Ini liar namanya?,” tegas Alif.

Ia yakin, pengusaha hiburan dan permainan yang ikut even dipungut juga. Hanya saja, Alif tidak mengetahui, siapa yang memungut. Kalau Pemkot, kata Alif, tidak mungkin memungut, karena acara tersebut memang digratiskan.

“Nah, ini yang perlu ditelusuri oleh Pemkot dan DPRD. Paling tidak, mereka yang terlibat di acara itu, dipanggil atau di-hearing,” tambahnya.

Dan lagi, tambah Alif, PKL yang berjualan di acara yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) itu, sebagian besar yang berjualan pedagang luar kota. PKL kota, hanya sedikit sekali, bahkan Paguyuban PKL tidak dilibatkan.

“Pemberdayaan PKL lokal itu hanya omongan. Buktinya, yang diberdayakan PKL luar kota. Kalau tidak percaya, silakan dikroscek,” pungkasnya.

Sebelumnya Buyan, salah satu PKL permainan odong-odong mengaku, dipungut Rp250 ribu. Meski dianggap memberatkan, ia terpaksa membayar, demi bisa masuk ke dalam stadion. Alhasil, warga jalan Cempaka, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan ini, kecewa.

“Waduh sepi pol. Masa’ semalam hanya dapat 50 ribu. Bayarnya saja lebih mahal dari
acara Semipro,” ujarnya.

Disebutkan, acara Seminggu di Kota Probolinggo (Semipro) yang menempati lokasi yang sama, Buyan dan PKL yang lain, hanya membayar Rp 150 ribu. Padahal, pengunjungnya lebih ramai semipro.

“Turun sekitar 70 persen dibanding semipro. Saya di acara semipro itu bisa ngasih Rp 100
ribu ke istri saya, Di sini malah dapat Rp 50 ribu,” ungkap Buyan.

Hal senada juga diungkap Totok. Bahkan, 2 hari even Tempo Doeloe berlangsung, sudah ada beberapa PKL yang hengkang. Mereka pulang lantaran pengunjung sepi, tidak seramai Semipro. Menurutnya, pendapatan di acara tersebut turun sekitar 70 persen dibanding gelaran
semipro.

“Ya, mereka pulang karena sepi. Sampean menyaksikan sendiri kan,” katanya singkat.