Dua Kali Layangkan Surat Tak Ditanggapi, Pemuda Sukabumi Kota Probolinggo Luruk DPRD
PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Gerah dengan wakil rakyat karena 2 surat pengaduannya yang dilayangkan tidak ditanggapi, empat pemuda yang mengatasnamakan warga RT 8 RW 7, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, mendatangi gedung DPRD setempat, Senin (25/11/2019) siang.
Tujuannya, menanyakan surat pengaduan yang dikirim 28 Oktober dan 25 November 2019 lalu. Isinya, tentang permintaan hearing.
Hal itu dilakukan, untuk mengetahui alasan pemerintah memberi izin pendirian PT Amak Firdaus Utomo (AFU), perusahaan yang memproduksi batu bata ringan, di tengah pemukiman.
Padahal, masyarakat sekitar tidak pernah dulibatkan dalam hal persetujuan. Dampaknya, selain ada rumah warga yang terasnya roboh dan rumahnya retak, juga polusi udara. Tidak sedikit warga yang mengalami sesak akibat polusi serbuk atau abu.
Keempat lelaki itu ditemui Ketua DPRD setempat Abdul Mujib. Mereka menyampaikan keluh kesahnya atas dampak dari pabrik produksi batu bata ringan tersebut.
Kedatangannya ke dewan juga didorong isu yang beredar di masyarakat. Disebutkan, keempat warga tersebut dituding telah menerima uang, sehingga permintaan hearing warga, tidak ditanggapi.
“Sampai kami diisukan menerima uang. Ya, karena upaya kami tidak jalan. Makanya saya ke sini,” ujar Supriyanto, salah satu dari mereka.
Usai bertemu Ketua DPRD, Supriyanto (43) kepada sejumlah awak media mengaku, kalau sebelumnya sudah melayangkan surat permintaan hearing sebanyak 2 kali. Lantaran surat pertama tidak direspon, pihaknya melayangkan surat kedua. Isinya sama, yakni permintaan hearing atau Rapat Dengar Pendapat (RDP).
“Tidak pernah ditanggapi. Pemberitahuan pun tidak ada,” jelasnya.
Jika kedatangannya juga tidak ditanggapi, Supriyanto mengancam akan melakukan aksi demo ke gedung dewan. Sebab, persoalan pabrik yang berdiri di lingkungannya sudah meresahkan warga.
Disebutkan, PT AFU yang dibangun 2012 silam, pada awalnya hanya membangun pagar tembok. Karenanya, warga setuju dengan membubuhkan tanda tangan. “Dikira hanya bangun tembok. Ya warga setuju,” sebutnya.
Namun kenyataannya, seiring berjalannya waktu, PT AFU memproduksi batu bata ringan hingga berdampak pada warga sekiter. Diantaranya rumah warga ada yang retak karena getaran alat berat, suara bising saat beroperasi, bau limbah termasuk pasir silica yang membuat mata perih.
“Warga banyak yang sesak nafas. Tidak ada penanganan medis ke warga,” pungkasnya.
Sementara Ketua DPRD Abdul Mujib yang mendapat laporan tersebut mengatakan, sudah mendisposisi surat warga yang masuk ke mejanya, dan sudah mengirim ke komisi yang membidangi.
Dimungkinkan karena kesibukan komisi, sehingga permintaan hearing warga, hingga saat ini belum dilaksanakan atau dikabulkan. “Bersabar dulu ya. Pasti akan ditanggapi, kalau komisi sudah tidak sibuk,” ujarnya.
Diketahui, polemik PT AFU sudah lama disoal warga. Bahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sampai turun ke Kota Probolinggo, pada April 2019 lalu.
Diperoleh informasi, lahan PT AFU seluas 5,4 hektar merupakan kawasan konservasi yang ditumbuhi mangrove. Bahkan, waktu itu, Pokmaswas juga mempersoalkan pabrik batu bata ringan tersebut.
Hingga kemudian, DPRD Kota Probolinggo sampai membentuk panitia khusus (Pansus) untuk membahas lebih detail terkait lahan PT AFU. Namun hingga saat ini, masih belum menemukan titik temu untuk penyelesaiannya.