SURABAYA, FaktualNews.co – Media sosial menyediakan fitur bagi kita untuk membagikan pemikiran, pendapat dan pengalaman pribadi. Bahkan medsos memungkinkan kita – untuk secara sengaja atau tidak- mengekspos kegundahan dan problematika kita. Ya, curhat, generasi milineal bilang.
Penelitian menemukan bahwa kita senang berbicara tentang diri kita sendiri (lebih dari 50% tweet berfokus pada “saya”). Mengapa demikian?
Secara biologis, kita memiliki kecenderungan untuk berbicara tentang diri kita sendiri (pemikiran, pendapat dan pengalaman) karena hal itu sangat menyenangkan.
Terlebih, ketika hal itu dibagikan, maka bagian otak yang terkait dengan “mencari penghargaan” mulai aktif. Bagian otak tersebut adalah bagian yang sama ketika kita mendapatkan makanan atau uang. Tidak heran apabila kemudian ada orang yang kecanduan untuk bercerita tentang dirinya di media sosial.
Namun, di sisi lain fenomena berbagi tentang privasi diri hingga curhat berlebih bisa menyebabkan terjadinya cyber-bullying, pencurian data, membahayakan anak di bawah umur serta penipuan.
Lalu, apa sebenarnya alasan seseorang sering curhat di sosial media?
Memberikan Perasaan Menyenangkan
Sejalan dengan hasil penelitian tentang bagaimana bagian otak “mencari penghargaan” aktif ketika curhat di media sosial, penelitian lain juga menyebutkan bahwa seseorang yang membagikan cerita tentang dirinya akan memengaruhi pelepasan senyawa kimia di otak yang memberikan perasaan senang.
Hal ini terkait dengan adanya hubungan positif antara interaksi suportif yang didapatkan ketika curhat di media sosial (apabila dirinya mendapatkan dukungan sosial). Hal ini berimplikasi pada perasaan bahagia, pandangan positif terhadap dukungan sosial, rasa kebersamaan serta kepuasan hidup seseorang.
Kebutuhan untuk Didengarkan
Sebagian orang mungkin merasa tidak mudah untuk menceritakan sesuatu dengan orang lain secara langsung. Namun, fakta sejarah berkata bahwa kita adalah makhluk yang selalu mencari cara untuk memastikan suara kita didengar -dari penemuan telegraf hingga satelit telekomunikasi yang berkeliaran di orbit- adalah upaya manusia untuk saling berbicara, mendengar dan didengarkan.
Untuk itu, ketika orang-orang tidak bisa bercerita secara langsung, maka media sosial adalah solusi bagi mereka yang ingin didengarkan tanpa perlu berkomunikasi secara langsung.
Hal ini kemudian merujuk pada data riset yang dilakukan oleh NYTimes bahwa sebanyak 81% alasan orang-orang membagikan cerita pribadinya di media sosial karena mereka ingin berinteraksi sosial dan menyebarkan pendapatnya sehingga didengarkan oleh publik kemudian mereka mendapatkan respon berupa komen.
Kebutuhan untuk didengarkan ternyata menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia, bahkan Dale Carnegie, seorang penulis Amerika, dalam penelitiannya menunjukan bahwa kebutuhan manusia untuk didengarkan setara dengan kebutuhan untuk makan, sehat, perlindungan, dan seks.
Kebutuhan untuk Dikenal
Dikagumi, dipuji dan pengakuan atas status sosial dari banyak orang dapat memenuhi kebutuhan manusia akan rasa bangga. Seseorang akan merasa bangga dengan dirinya sendiri ketika ia merasa bahwa dirinya telah berbuat sesuatu yang “signifikan” pada satu (atau lebih) platform media sosial yang ia gunakan.
Filsuf dan psikolog telah lama sepakat bahwa perasaan bangga dan kata-kata pujian terbukti mampu membangun kebahagiaan bagi seseorang.
Pengakuan sosial dari orang-orang di media sosial pada akhirnya mampu memberikan perasaan bahagia bagi seseorang yang menggunakannya. Pengakuan sosial itu bisa didapat ketika seseorang bercerita tentang kehidupan pribadinya (curhat) yang kemudian mendapatkan respon positif dari banyak orang di media sosial.