SIDOARJO, FaktualNews.co – Sidang pemalsuan akta otentik dan penyerobotan lahan seluas 20 hektar di Desa Pranti, Kecamatan Sedati, Sidoarjo semakin terang. Itu setelah saksi dari Kantor Badan Pertanahan (BPN) Sidoarjo dihadirkan di persidangan, Senin (16/12/2019)
Dalam sidang terungkap bahwa objek lahan 20 hektar yang didapat Puskopkar Jatim dari pelepasan 6 TKD tersebut sudah terbit gambar situasi (GS) atau saat ini disebut peta bidang yang dikeluarkan BPN Sidoarjo pada tahun 1997 silam.
Pada waktu itu, ada dua objek yang diajukan yaitu seluas 98.598 meter persegi dan 97.434 meter persegi yang dilakukan Iskandar, bertindak atas nama Puskopkar Jatim. Jadi, waktu itu Ketua Puskopkar Jatim Rubai dan Ketua Devisi Perumahan Puskopkar Jatim masih hidup.
Fakta itu disampaikan empat dari lima saksi dari BPN Sidoarjo yaitu Kepala BPN Sidoarjo Minarto priode 2006-2010, Kasubsi Pengukuran dan Pemetaan Taufik, petugas loket 2 Hari Sanjoyo dan Kasi Pengukuran dan Pemetaan Gembong.
Sedangkan satu saksi lainnya, Gufron, staf BPN hanya menjelaskan soal berkas yang disita penyidik Bareskrim Mabes Polri itu.
Meski gambar situasi itu telah terbit atas nama Puskopkar Jatim pada tahun 1997 silam, namun selang 10 tahun kemudian, tepatnya pada 2008 bahwa lahan dengan objek yang sama itu tiba-tiba muncul peta bidang oleh PT Dian Fortuna Erisindo yang bertindak terdakwa Reny Susetyowardhani.
Padahal, gambar situasi yang terbit atas nama Puskopkar Jatim 1997 masih tetap dan tidak ada perubahan. Terbitnya GS kala itu Roeba’i Suryo Hartono, Ketua Puskopkar Jatim dan Kadiv Perumahan Puskopkar Jatim Iskandar masih hidup. Kemudian, Roba’i meninggal pada tahun 2006, sedangkan Iskandar wafat tahun 2005.
Kepala Kantor BPN Sidoarjo Minarto mengaku bahwa tahun 1997 silam sudah keluar GS atas nama Puskopkar Jatim. Begitupun, pada tahun 2008 kembali terbit peta bidang atas nama PT Dian Fortuna Erisindo.
Kepala BPN Sidoarjo priode 2006-2010 itu baru menyadari peta bidang itu menjadi polemik setelah adanya demo mahasiswa dan surat pemblokiran dari Puskopkar. “Waktu itu lalu saya rapatkan para kasi-kasi, karena peta bidang itu kewenangan ada di kasi-kasi” klaimnya.
Selain itu, jauh sebelum terbut peta bidang atas PT Dian Fortuna Erisindo itu, Minarto mengakui bahwa pernah bertemu dengan terdakwa Reny dan Umi Chalsum di kantornya menyampaikan permohonan PB (peta bidang).
“Itu jauh sebelum terbit peta bidang atas nama PT Dian Fortuna. Kami hanya sekali bertemu dengan Reny lalu waktu itu saya minta untuk mendaftar ke loket,” aku saksi. Ia juga mengaku tidak tau menahu adanya akta 11-22. Ia baru memelihat akta tersebut ketika diperiksa oleh Mabes Polri atas kasus tersebut.
“Saya baru tau ketika ditunjukan di Mabes Polri,” pungkasnya.
Senada, Kasubsi Pengukuraan Kantor BPN Sidoarjo Taufik mengaku bahwa itu terbit dua peta bidang. Pertama peta bidang masih bernama gambar situasi oleh Puskopkar Jatim pada tahun 1997 silam. Kemudian, terbit peta bidang atas nama PT Dian Fortuna Erisindo.
Menurut dia bahwa antara GS dan PB itu itu sama saja hanya perbedaan format saja sedangkan proses terbitnya sama saja dan penggunaannya juga sama.
“Kalau GS (Gambar Situasi) mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1991. Kalau PB (Peta Bidang) mengacu pada PP 24 tahun 1997. GS dan PB itu sama saja, hanya beda formatnya saja. Kalau dulu GS, sedangkan sekarang PB,” akunya.
Terkait peta bidang yang terbit atas PT Dian Fortuna Erisindo pada 2008 silam sempat menjadi gejolak. Taufik menjelaskan bahwa pihaknya yang memiliki kewenangan pada saat itu mengetahui bila sudah keluar GS atas nama Puskopkar.
Itu diketahui setelah petugas ukur dan seorang kordinator yang ditugaskan mengukur objek tanah itu selesai pekerjaannya. Setelah itu baru proses verifikasi data.
“Setelah kami cek memang ada GS atas nama Puskopkar pada tahun 1997 silam. Lalu kami panggil petugas ukur, kordinator dan staf bernama Arif sebelum menerbitkan peta bidang atas nama PT Dian Fortuna Erisindo. Katanya sudah beres ada akta,” jelasnya.
Bukan hanya itu, Taufik waktu itu juga menanyakan kepada pemohon peta bidang, Reny dan Umi Chalsum yang tak lain orang PT Dian Fortuna Erisindo. “Dijawab katanya ada hubungan hukum terkait akta peralihan hak dari Puskopkar Jatim ke PT Dian Fortuna Erisindo,” jelasnya.
Atas dasar itulah, dirinya melaporkan kepada atasannya Gembong, Kasi Pengukuran dan Pemetaan waktu dan terbitlah peta bidan. “Kalau proses penerbitan peta bidang hanya sampai Kasi Pengukuran saja, tidak sampai ke Kepala Kantor,” jelasnya.
Meski begitu, tidak terlalu meneliti akta peralihan hak tersebut apakah akta itu asli atau palsu karena bukan kewenangannya. “Setahu saya akta itu dibuat oleh notaris Dyah Nuswantari. Kami kan gak tahu akta itu ternyata menjadi persoalan di kemudian hari,” jelasnya.
Sementara, belum genap sebulan setelah terbitnya peta bidang atas nama PT Dian Fortuna Erisindo tersebut menjadi polemik. “Baru itu ada demo dari mahasiswa dan surat dari permintaan pemblokiran dari Puskopkar Jatim,” jelasnya.
Perlu diketahui, terdakwa Dirut PT Dian Fortuna Erisindo, Reny Susetyowardhani didakwa pasal 264 ayat 2 KUHP dan atau dan atau pasal 266 ayat 1 KUHP, Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Kemudian, terdakwa Dyah Nuswantari didakwa pasal 264 ayat 1 ke 1 KUHP, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dakwaan kemudian dianjut ke Henry J Gunawan.
Sementara Bos PT GBP itu didakwa melanggar pasal 264 ayat 2 KUHP, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan atau pasal 266 ayat 1 KUHP dan atau pasal 385 KUHP, Jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sedanngkan Yuli didakwa pasal 264 ayat 2 KUHP dan atau pasal 264 ayat 1 ke 1 KUHP, Jo pasal 65 ayat 1 KUHP dan Umi Chulsum didakwa pasal 264 ayat 2 KUHP dan atau pasal 264 ayat 1 ke 1 KUHP, Jo pasal 55 ayay 1 ke 1 KUHP.