PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menyebut, Kota Probolinggo tak memiliki tanaman kelor. Padahal di kota tersebut, ada pengusaha makanan dan minuman (Mamin) berbahan baku kelor. Karenanya HKTI meminta, Pemkot menyediakan lahan.
Keinginan tersebut disampaikan Ketua HKTI, Wanandi, saat berkumpul dengan pengurusnya di sekretariat Jalan Flamboyan, Gang III, Kelurahan Pilang, Kecamatan Kademangan, Minggu (26/1/2020) siang. Disebutkan, di Kota Probolinggo tidak ada yang menaman kelor.
Wanandi tak mengelak, sebagian warga ada yang menanam, namun untuk konsumsi sendiri (sayur). Pengusaha mamin berbahan kelor, masih mendatangkan atau membeli kelor ke luar daerah. “Kalau hanya menanam untuk sayur, kami anggap tidak ada,” ujarnya.
Ia bersama pengurus HKTI yang lain berharap, Pemkot memberikan sebagian lahannya ke HKTI atau masyarakat untuk ditanami kelor. Mengingat, tanaman yang banyak manfaatnya ini amat dibutuhkan. Selain untuk dikonsumsi masyarakat sebagai sayur, juga untuk dipasok ke pengusaha Mamin berbahan bahu kelor.
Sementara ini, kebutuhan kelor dipenuhi dari luar daerah seperti, Tuban, Mojokerto, Nganjuk, Bojonegoro maupun Madura. Itupun belum memenuhi kebutuhan kelor dalam bentuk powder atau tepung. Wanadi menyebut, saat ini pangsa pasar tepung kelor amat luas.
“Baru 30 persen yang dipenuhi. Masih 70 persen belum. Nah, ini peluang,” tandasnya.
Bahkan, Wanandi menyebut, Pemerintah Provinsi Jatim pernah mengekspor 12 ton kelor ke Korea Selatan tahun 2019 lalu. Selain meminta lahan, nantinya HKTI akan meminta masyarakat untuk menanam kelor di lahannya. Baik di sawah, pekarangan ataupun lahan kosong lainnya. Agar masyarakat tertarik dan mau menanam kelor, maka pihaknya akan mensosialisasikan pentingnya dan manfaat kelor.
“Kami yakin, masyarakat mau menanam kelor. Asal tahu manfaatnya. Ya, perlu sosialisasi untuk meyakinkan. Nanti kami yang akan membimbing,” ujarnya.
Dijelaskan, tanaman kelor bisa dipetik daunnya setelah berusia 2 sampai 3 tahun, kalau ditanam dengan cara stek. Namun jika menanam bijinya, butuh waktu 5 tahun. Untuk mendapatkan tepung kelor 1 ton, dibutuhkan lahan 4 hektar. Dengan asumsi, 1 hektar lahan ditanami 5 ribu kelor.
“Setiap hektarnya bisa menghasilkan 250 kilogram tepung. Panennya 2 minggu sekali,” jelasnya.
Wanandi mengaku, sudah mengajukan proposal permohonan lahan ke Wali kota. Jika disetujui, tahun ini pihaknya akan menanam kelor di lahan Pemkot tersebut. Ia hanya meminta satu hektar untuk satu kecamatan. Lahannya, bisa ngompleks atau ngumpul, bisa juga tersebar di setiap kelurahan.
“Kalau di sini ada 5 kecamatan, berarti ada 5 hektar. Sebagai uji coba dulu,” katanya.
Kalau upayanya berhasil, HKTI akan meminta lahan lagi ke Pemkot yakni, 1 hektar setiap kelurahan. Dalam menanam dan merawat kelor yang ditanam, HKTI akan menggandeng lembaga atau kelompok masyarakat yang ada di kelurahan.
“Bisa LPM, PKK, ketua RT dan RW atau kelompok tani. Kami berkeinginan PKK tidak hanya pinter memasak,” imbuhnya.
Tak hanya menanam, HKTI juga akan menerima atau membeli daun kelor yang dihasilkan masyarakat. Baik dalam keadaan kering maupun basah. Wanadi yakin, menanam kelor akan menambah penghasilan masyarakat.
“Daripada punya lahan kosong dibiarkan, mending ditanami kelor. Hasilnya bisa nambah uang belanja,” pungkasnya.
Sementara itu Sudarsono, salah seorang pengurus HKTI bersedia member warga yang butuh bibit atau benih kelor. Pihaknya sudah menyediakan bibitnya, namun jumlahnya masih terbatas. Jika masyarakat butuh, bias mendatangi sekretariat HKTI di Kelurahan Pilang.
“Kami punya benihnya. Ya ratusan jumlahnya. Monggo kalau ada warga yang butuh. Kami beri gratis,” ujarnya.
Saat ditanya produk olahan kelor yang ada di kotanya, pria yang biasa dipanggil Darno ini mengatakan, beralamatkan di Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran. Produk yang dibuat CV Syafa Indonesia ini memproduksi, tepung kelor, biskuit, coklat, puding, mie goreng, berbahan baku kelor.
“Kami juga terlibat dalam pemasarannya. Dijual online dan ikut pameran-pameran,” jelasnya.