FaktualNews.co

Tiga Warga Jalan Kaki Menuju Istana Mengadukan Galian C di Lebakjabung Mojokerto

Lingkungan Hidup     Dibaca : 2081 kali Penulis:
Tiga Warga Jalan Kaki Menuju Istana Mengadukan Galian C di Lebakjabung Mojokerto
Faktualnews.co/Fuad Amanullah
Tiga warga Mojokerto Ahhmad Yani (45), Sugiantoro (31), dan Heru Prasetyo (26) warga Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto saat jalan kaki.

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Kita Mencari Keadilan, begitulah barang kali kalimat yang terus menggaung di hati Ahhmad Yani (45), Sugiantoro (31), dan Heru Prasetyo (26) warga Desa Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto.

Tiga pria ini sejak Selasa (28/01/2020) kemarin, memulai perjalanan dari desa mereka Lebakjabung, Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto menuju ke Jakarta untuk menemui Presiden Jokowi. Uang Rp. 600 ribu mereka kantongi dari donasi warga desanya sebagai bekal selama berjalan kaki menuju ibukota Indonesia.

Selama di perjalanan, mereka membawa bendera Merah Putih dengan gagang pipa paralon dengan di sampirkan kepundaknya dan juga tiga tas yang berisikan berkas dan juga bekal selama perjalanan.

“Kami hanya meminta keadilan agar penambangan liar di hulu sungai dari titik mata air yang ada di Mojokerto Selatan, khususnya Desa Lebakjabung di Desa kita disetop,” ucap Ahmad Yani, Selasa (29/01/2020).

“Target kami harus bisa sampai jakarta tanggal 4 Februari nanti, kami juga sudah bawa dokumentasi yang pernah kami kirim ke gubernur. Bahkan dokumen dari pemerintah desa yang dikirim ke gubernur sampai pemerintah jajaran tingkat muspika, yang sampai saat ini masih tahapan negosiasi terus menerus,” ungkap Yani.

Hal ini dilakukanya, lanjut Yani lantaran khawatir imbas yang terjadi kedepan khususnya terhadap lingkungan dan sumber mata air akibat adanya penambangan dialiran Sungai Seloliman.

“Kami sebagai masyarakat sangat tidak menginginkan adanya tambang tersebut. Imbasnya yang kami khawatirkan adalah bencana banjir bandang dan longsor, karena yang ditambang ini adalah hulu sungai dari titik mata air yang ada di mojokerto selatan, khususnya Desa Lebakjabung,” tegasnya.

Tak hanya itu, alasan lain yang mereka keluhkan, yakni diduga adanya aturan dari pemerintah daerah sendiri yang dianggap tumpang tindih dan tidak jelas regulasinya.

“Aspirasi sudah kami sampaikan ke kantor gubernur tanggal 20 Januari kemarin, cuman responnya sampai saat ini berbelit-belit, yang katanya ada ijinnya. Sedangkan ijin tersebut dalam pandangan kami juga cacat hukum belum ada PKS dari Perhutani, maupun surat dari lingkungan hidup. Antara peninjaun, dengan permohonan juga selisih dari permohonan ke gubernur beberapa waktu lalu,” terangnya.

Yani mengungkapkan, sampai saat ini terdapat dua titik galian yang dijarah, baik secara manual, maupun penggunaan alat berat. Kekhawatiran semakin mereka rasakan, tatkala kawasan penggalian sudah memasuki kawasan hutan lindung setempat, dan menimbulkan konflik sosial.

“Sekarang sudah masuk kawasan hutan lindung, sehingga kami sudah mempersiapkan dan memperjuangkan mata air yang ada di sana, karena itu kebutuhan kami, kebutuhan kita semua air adalah kehidupan. Kami sebagai warga mengharapkan ketentraman, dengan adanya tambang kita diadu domba dengan warga, sehingga sekat dan pertengkaran antar warga yang pro dan kontra dengan galian c setiap hari terjadi,” ujarnya Yani, yang juga Ketua dari pecinta lingkungan hidup Gakkopen.

Dirinya dan warga yang kontra akan penambangan di Kawasan Hutan Lindung ini, sudah tak ingin bernegosiasi lagi. Pihaknya menginginkan penutupan tambang di hulu sungai Mojokerto.

“Kami sebagai teman-teman peduli lingkungan tadinya sudah membuat program 2020-2030, yakni menginginkan desa kami jadi desa wisata, sebab disitu ada potensi-potensi wisata. Bahkan kami juga sudah sempat membuka wisata river tubing, yang warga sendiri mengelolanya, tapi sekarang sudah hancur dirusak galian,” imbuhnya.

Sebagai rakyat jelata, pihaknya hanya ingin menjaga kearifan lokal, dan menjadikannya perekonomian kerakyatan. Yang saat ini sudah dimonopoli pengusaha-pengusaha penambangan galian C. Bahkan, taman herbal yang rencananya akan menjadi salah satu program di lokasi tersebut tak bisa direalisasikan.

“Intinya kami ke Jakarta ingin segera dilakukan penutupan tambang, dan mohon adanya konseptor desa wisata sebagai pengganti pekerjaan saudara-saudara kami,” tandasnya.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Muhammad Sholeh