Gus Sholah di Mata Mantan Mentri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin
JOMBANG, FaktualNews.co – Mantan Mentri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menyebutkan bahwa sosok kakak iparnya, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), adalah teladan dia dalam menjalani hidup mandiri.
“Gus Sholah teladan saya dalam hidup mandiri. Meskipun putra tokoh besar tapi tetap hidup sederhana,” katanya saat menghadiri 7 hari wafatnya KH Salahuddin Wahid di Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Sabtu (8/2/2020).
Menurut Lukman, awal perkenalannya dengan Gus Sholah terjadi pada tahun 1968. Saat itu adalah peristiwa pernikahan Gus Sholah dengan Nyai Farida yang tidak lain adalah kakak perempuan Lukman Hakim. “Saya masih usia 6 tahun saat itu,” tegasnya.
Secara spesifik, Lukman Hakim menjelaskan pengalaman selama bergaul dengan Gus Sholah menyimpulkan bahwa kakak iparnya tersebut adalah sosok sederhana, cendrung pendiam dan ulet dalam berjuang.
“Saya tahu pasangan ini (Gus Sholah-Nyai Farida) menjalani hidup yang tak mudah. Keduanya sempat pindah kontrakan yang sederhana. Gus Sholah kemana-mana naik vespa,” bebernya.
Lanjutnya, awal tahun 2006 Gus Sholah mengumpulkan keluarga untuk pamit kembali ke Pesantren Tebuireng. Alasannya saat itu karena Gus Sholah ikut bertanggung jawab menjaga warisan KH M Hasyim Asyari paling besar yaitu Pesantren Tebuireng. Gus Sholah sedapat mungkin mengembangkan Tebuireng.
“Ada tiga hal keberhasilan Gus Sholah selama balik ke Tebuireng, pertama Pesantren Tebuireng pusat ini, kedua yaitu Pesantren Transains dan terakhir yaitu Universitas KH M Hasyim Asyari Tebuireng,” tambah Lukman.
Langkah yang diambil Gus Sholah ini karena ia melihat pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di nusantara. Pesantren punya peran besar merawat budaya. Pesantren lembaga penguatan masyarakat, dakwah dan pendidikan.
“Saya mengajak para santri bisa meniru dan merawat ajaran Gus Sholah. Sebelum wafat beliau bicara terus tentang pesantren, ini penting kita teruskan,” ujarnya.
Hemat Lukman, kekuatan Gus Sholah dalam memimpin Pondok Pesantren Tebuireng bukan karena relasi, nasab, dan ilmu tapi karena rasa cinta kepada Pondok Pesantren Tebuireng.
“Cinta yang dibawa Gus Sholah adalah bermakna ikhlas. Ikhlas menjalani dan mengabdi,” tandasnya.