SIDOARJO, FaktualNews.co-Andhy Hendro Wijaya, Sekda nonaktif Kabupaten Gresik, terdakwa perkara pemotongan dana insentif pegawai saat menjabat Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) tahun 2018, akhirnya bernapas lega.
Sebab, majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, Senin (30/3/2020).
“Mengadili, menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan penuntut umum,” ucap Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya I Wayan Sosiawan ketika membacakan amar putusan.
Selain itu, majelis juga membebaskan terdakwa dari tahanan kota dan memulihkan hak-hak terdakwa harkat serta martabatnya. Sementara terkait putusan tersebut, terdakwa yang mengenakan baju putih tersebut langsung menerima putusan bebas murni (vrijspraak).
Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gresik masih pikir-pikir upaya kasasi, meskipun tuntutan yang dijatuhkan kepada terdakwa selama 7 tahun, denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan.
JPU membuktikan terdakwa melanggar dakwaan kedua, yakni Pasal 12 huruf f Jis, Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jis Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Jis, Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Meski demikian, pembuktian JPU Kejari Gresik tersebut dimentahkan majelis hakim. Dalam pertimbangan hukum dan fakta persidangan bahwa terdakwa selama menjabat Kepala BPKAD Kabupaten Gresik sejak Februari 2018 hingga Januari 2019 tidak terbukti memerintahkan pemotongan dana insentif pegawai.
Faktanya, uang bonus dari pendapatan pajak yang mencapai target tersebut diterima langsung ke rekening pegawai BPKAD Gresik.
Kemudian, sebagian dari uang tersebut disetorkan kepada kepada M Mukhtar (masih kasasi), Plt Sekretaris BPKAD Gresik yang nominalnya berbeda-beda dan lalu digunakan untuk kepentingan internal dan eksternal yang tidak dicover anggaran negara.
Penyetoran uang dari pegawai tersebut faktanya bukan hanya ketika terdakwa menjabat, melainkan sudah menjadi tradisi sejak tahun 2010 silam.
Justru, menurut majelis, pada kepemimpinan era terdakwa dana insentif yang cair tiap triwulan tersebut langsung diterima utuh ke rekening masing-masing pegawai, baru para pegawai menyetor uang tersebut kepada Mukhtar.
“Terdakwa yang juga menerima dana insentif tersebut justru ikut memberikan iuran atas kesepakatan semua pegawai BPKAD Gresik,” ucap Kusdarwanto, hakim anggota ketika membacakan pertimbangan.
Sementra, terkait pemotongan dana insentif BPKAD Gresik, majelis hakim justru mencermati antara kepemimpinan saksi Yetty Sri Suparyati dan terdakwa Andhy Hendro Wijaya sama-sama tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Majelis pun mencermati, pada era Yetty dana insentif tersebut dipotong terlebih dulu baru uang diberikan kepada pegawai. Majelis hakim cukup heran mengapa harus Andhy yang diproses hukum lebih dulu yang jelas-jelas tidak terbukti melakukan pemotongan maupun menikmati uang insentif para pegawai tersebut.
Seharusnya, menurut majelis, bila dibandingan dengan fakta persidang yang terungkap seharusnya Yetty yang jelas-jelas melakukan pemotongan dana insetif sebelum uang tersebut diberikan kepada pegawai.
“Pegawai tidak bisa menolak dan hanya bisa pasrah karena uang tersebut sudah dipotong terlebih dahulu. Majelis berpendapat, pemotongan pada kepimpinan Yetty Sri tersebut jelas perbuatan pidana karena ada unsur memaksa,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, Andhy Hendro Wijaya didakwa bersama-sama dengan saksi M Mukhtar (proses Kasasi) pada sekitar bulan Februari 2018 hingga Januari 2019 bertempat di Kantor BPPKAD Kabupaten Gresik memotong insentif pegawai yang dilakukan saat terdakwa menjabat Kepala BPPKAD Kabupaten Gresik tahun 2018.
Andhy Hendro Wijaya didakwa dengan pasal berlapis. Pada dakwaan ke satu, Jaksa mendakwa dengan Pasal 12 huruf e, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan dalam dakwaan ke dua, Terdakwa Andhy Hendro Wijaya didakwa melanggar Pasal 12 f, Jo Pasal 12 huruf f, Jo Pasal 18 UU Tipikor, Jo Pasal 64 KUHP, Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara perkara pemotongan pemotongan Insentif pegawai yang di OTT tim Kejari Gresik mengamankan sekitar Rp 500 juta di Kantor BPPKAD Kabupaten Gresik tersebut sudah menyeret mantan Plt Kepala BPPKAD Gresik M Mukhtar ke Pengadilan Tipikor Surabaya.
Mukhtar divonis 4 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider pidana kurungan 6 bulan serta wajib membayar uang pengganti kerugian negara Rp2,1 miliar subsider pidana penjara 6 bulan pada tingkat Pengadilan Tipikor tingkat pertama.
Kemudian, pada putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menguatkan Pengadilan tingkat pertama. Hanya saja, ada pengurangan uang pengganti yang harus dibayar menjadi hanya Rp663 juta. Sementara, informasi yang diterima wartawan FaktualNews.co perkara M Mukhtar melakukan upaya Kasasi.