Covid-19, Ketua DPRD Gresik: Bupati Langgar Kesepakatan Jaring Pengaman Sosial
GRESIK, FaktualNews.co – Ketua DPRD Gresik, Fandi Akhmad Yani dengan tegas menyatakan. Pihaknya tidak akan pernah mengizinkan bantuan jaring pengaman sosial dampak Covid-19 dalam bentuk sembako.
Pasalnya, sesuai kesepakatan hasil notulensi Tim Badan Anggaran (Banggar) DPRD dan Tim Anggaran (Timang) Pemkab Gresik, telah sepakat bahwa bantuan dampak virus Corona (Covid-19) berbentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT).
“Jika Pemkab Gresik, dalam hal ini Bupati Gresik, Sambari Halim Radianto ternyata memberikan bantuan dalam bentuk sembako, itu sama artinya Bupati telah melanggar dan mengingkari kesepakatan yang hasilnya telah kami kirim ke BPK,” tandas Gus Yani, sapaan akrab Ketua DPRD Gresik dengan nada kecewa, Rabu (22/4/2020).
Sebelum semuanya terlambat, lanjut Gus Yani, pihaknya meminta Pemkab Gresik agar menjalankan kesepakatan. Sebab, kesepakatan itu bentuk tertulis dan ada notulennya, jadi legal (sah) dan telah dikirim ke BPK.
“Sesuai kesepakatan, jaring pengaman sosial bantuan dampak Covid-19 dalam bentuk BLT, bukan sembako. Jadi, yang harus diberikan ke warga terdampak ya BLT. Sekali lagi, atas nama Ketua DPRD Gresik, saya tidak pernah mengizinkan bantuan jaring sosial dalam bentuk sembako. Itu jelas melanggar kesepakatan,” tegas Gus Yani. Kali ini dengan ekspresi setengah murka.
Dijelaskan , dari hasil kesepakatan Banggar dan Timang, BLT untuk warga terdampak Covid-19 itu totalnya Rp 120 miliar yang diperuntukkan sebanyak 150 ribu KK dengan per-KK mendapat 200 ribu rupiah per bulan selama 4 bulan. Jumlah 150 ribu KK itu sudah kami naikkan dari usulan sebelumnya, yakni 100 ribu KK, yang dinominalkan Rp 80 miliar.
Menaikkan itu tentu dengan pertimbangkan kelompok masyarakat yang terdampak Covid-19 ini. Lantas, dalam bentuk apa bantuan itu. Sesuai kesepakatan dalam bentuk uang tunai atau BLT.
Apa alasan kami, yang paling kami pertimbangkan adalah multiefek dari anggaran Rp 120 miliar itu. Selain itu, adalah simplifikasi prosedur. Pengadaan sembako dalam jumlah besar tentu melalui mekanisme bertahap dan memakan waktu.
Nah, terkait multiefek, sambung Yani, ketika Rp 120 miliar itu diwujudkan dalam bentuk sembako, maka pola perputaran uang itu sangat sederhana, yakni dari pemesan barang ke penyedia jasa.
Berbeda dengan uang tunai. Polanya akan lebih variatif dan dinamis. Masyarakat yang menerima bisa membelikannya beras atau kebutuhan pokok yang lain di warung tetangganya.
“Dengan begitu, akan ada dampak perputaran ekonomi di desa-desa atau di masyarakat secara umum. Mengingat, perputaran ekonomi hari-hari ini di desa-desa sedang lesu,”tandasnya.
Yani berharap agar bantuan untuk warga Gresik yang terdampak pandemi wabah corona ini secepatnya tersalurkan dalam bentuk BLT sesuai kesepakatan.