Covid-19, Penerapan New Normal Pemerintah Diminta Hadir di Pesantren
JOMBANG, FaktualNews.co – Menjelang penerapan new normal di Indonesia, pesantren mengalami dilema yang akut. Mengembalikan santri ke pondok atau belajar jarak jauh.
Demikian itu diungkapkan Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, KH M Zahrul Azhar Asumta.
Menurutnya, kehidupan di pesantren yang sangat komunal dan selalu bersama-sama jadi akar masalahnya.
Karena ini akan menjadi media yang sangat subur untuk berpindahnya virus yang menemukan inang-inang yang baru.
“Yang harus difikirkan bukan bagaimana mengembalikan para santri ke pesantrennya. Akan tetapi bagaimana memastikan mereka clear dan dalam prosesnya giat nyantrinya dapat menjalankan protokol kesehatan,” jelasnya, Jumat (28/5/2020).
Pria yang juga Wakil Ketua Gerakan Ayo Mondok (GAM) Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama ini menjelaskan, di pesantren terbiasa tidur dalam kamar yang sempit hingga 12 orang.
Dalam mandi pun santri terbiasa antri panjang. Idealnya selama new normal, satu kamar mandi untuk 10 orang. Agar tak ada antri panjang.
Menurutnya, para santri pun biasa menggunakan nampan dan wadah minum yang sama tanpa ada rasa risih. Jelas ini jauh dari protokol kesehatan dalam memutus mata rantai Covid 19.
Dikatakannya, protokol kesehatan pesantren bisa berjalan dengan baik sangat bergantung dari ketegasan dan uswah dari pengasuh pesantren masing masing.
“Protokol ini harus merubah kebiasaan santri sehingga harus didukung dengan infrastruktur yang memadai. Dalam hal ini pemerintah harus hadir,” tambah pria yang akrab disapa Gus Hans ini.
Gus Hans menjelaskan, dalam sebuah diskusi antar pengasuh pesantren beberapa waktu lalu. Ada beberapa pengasuh yang mengatakan jika mereka akan mempertimbangkan memangggil santrinya.
Bagi mereka kebijakan itu tidak bisa berdasarkan pada keputusan pihak pemerintah. Karena kebijakan pemerintah bukanlah murni melihat faktor kesehatan dan keselamatan nyawa para santri tapi sudah tercampur dengan kepentingan ekonomi, sosial dan bahkan citra politik.
“Beberapa yang lain memilih untuk tetap memasukkan santrinya karena berfikir mafsadah (keburukan) pada akhlak yang akan timbul jika para santri tidak segera kembali ke pesantren,” ujar Gus Hans.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah harus hadir dalam masalah penerapan new normal di pesantren.
Gus Hans melihat banyak permasalahan yang akan ditimbulkan dalam setiap keputusan yang diambil.
Jika opsinya menerima para santri untuk kembali maka pemerintah harus hadir dalam bentuk pembuatan protokol dan penyediaan fasilitas sanitasi yang memadai.
“Ini tidak seberapa jika dibanding kan dengan alokasi dana ratusan triliun yang banyak diarahkan pada sektor pemulihan ekonomi. Bukankah pesantren juga berperan dalam kemerdekaan negeri ini ?,” tanya Gus Hans.
Namun, lanjutnya, jika opsinya belum menerima para santri maka pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya para santri tetap bisa belajar secara daring sehinga bisa melanjutkan belajar mengajar dari rumah masing-masing.
Selain itu, baginya pemerintah tidak boleh abai untuk memikirkan bagaimana nasib para guru ngaji dan ustad yang selama ini terlibat dalam membimbing santri .
Dalam pikiran Gus Hans, masalah pandemi ini memang rumit dan akan makin rumit jika pemerintah masih jalan sendiri-sendiri tanpa ada Road Map yang jelas.
Pemerintah seyogyanya melibatkan ormas ormas yang memiliki akar kuat hingga ke bawah misalnya Muhamadiyah atau Nahdlatul Ulama.
Maka seyogyanya, ia meminta pemerintah sebelum menetapkan new normal harus memastikan dulu ketersediaan struktur dan infrastruktur yang sesuai standart Covid 19.
“Saya yakin dari anggaran ratusan triliun rupiah, tidak akan ada apa apanya jika dialokasikan 5-10 triliunan untuk pemenuhan fasilitas peantren menuju new normal,” ungkapnya.
Senada dengan Gus Hans, Sekretaris Komisi A DPRD Jombang Kartiyono meminta Pemerintah Kabupaten Jombang turun tangan mengawal penerapan new normal di pesantren.
Jombang menurutnya akan menjadi barometer dari pesantren seluruh Indonesia. Karena banyak pengasuh pesantren di nusantara alumni Pesantren di Jombang.
“Mau tidak mau pemerintah kabupaten harus turun tangan. Kita dari PKB akan dukung ini. Jombang ini kota santri, jangan buat malu kalau tata kelolanya salah,” tandasnya.