PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Terminal Bus Bayuangga Kota Probolinggo dibuka, namun masih saja tetap sepi. Terhitung hingga pukul 12.00 WIB, Selasa (9/7/2020) jumlah penumpang bus patas dan ekonomi atau bomel sebanyak 28 orang. Sedang jumlah bus yang beroperasi, ada 15 bus.
Hal itu diungkap Staf Bagian Administrasi Terminal Bayuangga, Galih Sarlandi. Disebutkan, Selasa merupakan hari kedua dibukanya terminal, dan pembukaannya pada Senin (8/6/2020) berdasarkan surat dari Dishub Provinsi Jawa Timur, per tanggal 8 Juni kemarin.
Surat tersebut berisi tentang berakhirnya larangan beroperasinya bus AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi). Pihaknya masih menunggu surat pemberitahuan lanjutan, tentang pembukaan terminal secara resmi.
“Itu surat tentang berakhirnya larangan bus AKDP. Soal pembukaan terminal secara resmi, kami masih menunggu surat berikutnya,” katanya.
Pihaknya tidak melarang bus beroperasi meski belum dibuka secara resmi, karena berdasarkan informasi yang diterima. Menurutnya, terminal bus Bungurasih atau Purabaya Sidoarjo dan Terminal Arjosari Malang serta Jember, mulai buka Senin kemarin.
“Ya, kami ikut mereka. Surabnaya, Malang dan Jember, saya tanya, sudah buka,” ujarnya.
Dikatakan, selama dua hari, bus yang beroperasi atau jalan, masih bus AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi), sedang Bus AKAP (Atar Kota Anta Provinsi) masih belum ada. Pihaknya masih menunggu surat dari Dishub Provinsi Jatim.
“Kalau kami sudah menerima suratnya, ya kami izinkan bus AKAP beroperasi. Selama belum ada surat, kami tidak berani mengizinkan,” tambahnya.
Pihak terminal, lanjut Galih, menerapkan protokol kesehatan kepada penumpang dan kru bus. Yakni, harus memakai masker, menjaga jarak dan cuci tangan sebelum masuk bus. Selain di terminal sudah disediakan tempat cuci dan sarana prasarana pelengkapnya, pihak bus diwajibkan menyediakan hand sanitizer.
“Kalau tidak menyediakan, ya kami tunda pemberangkatannya,” sambungnya.
Terkait informasi ongkos bus Patas dari Probolinggo ke Malang dan Surabaya yang awalnya Rp 35 ribu naik menjadi Rp 50 ribu, Galih mengaku sudah mendengar. Hanya saja, ia tidak bisa menindak bus patas yang menaikkan tarifnya tersebut.
“Tidak masalah, karena tarif patas tidak menerapkan ongkos tertinggi dan terendah. Jadi tarif tergantung situasi dan kondisi,” sambungnya.
Apalagi, penumpang saat ini masih sepi. Bisa saja bus patas hanya mengangkut tidak lebih dari lima penumpang. Jika itu yang terjadi, maka bus akan merugi karena uang yang didapat tidak sebanding dengan biaya membeli solar.
“Kalau taripnya tetap Rp35 ribu, maka banyak bus yang tidak berangkat, balik ke garasinya. Ya, karena rugi,” ujarnya.
Beda dengan penumpang bus bomel atau ekonomi. Mereka tidak boleh menaikkan tarif. Jika ada, maka pihaknya akan mengingatkan dan jika terjadi berulangkali, maka akan diberi peringatan. Selama ini Galih mengaku, tidak mendengar ada kru bus ekonomi yang menaikkan tariff.
“Harus ada laporan. Kalau tidak ada penumpang yang lapor, kami tidak tahu. Kan kalau ada yang lapor, kami tahu data bus-nya,” pungkasnya.