Peristiwa

Covid-19, Rumah Sakit Biaya Mahal, Keluarga Pasien Corona Mengeluh

SURABAYA, FaktualNews.co – Warga Kota Surabaya mengeluhkan biaya perawatan pasien Covid-19. Biaya yang harus dibayarkan sebesar Rp 41 juta rupiah, hanya selama enam 6 hari. Namun, setelah itu pasien tersebut meninggal dunia di hari ke tujuh.

Awalnya, Indriana anak almarhum Retno Jemini (48) warga Kelurahan Tambaksari, Kecamatan Tambaksari, mengantarkan ibunya yang sesak nafas ke salah satu rumah sakit di daerah Undaan Surabaya, pada Kamis (11/6/2020).

Saat sampai di rumah sakit, orang tuanya dirapid test dan hasilnya reaktif, selanjutnya dilakukan test swab. Namun sebelum hasil swab keluar, salah satu suster menyatakan bahwa ibunya positif covid-19. Sehingga langsung dimasukkan di kamar isolasi Covid-19.

Sehari di rumah sakit biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 7.500.000. Biaya itu untuk APD suster dan dokter, obat, serta biaya kamar. Anaknya menyanggupi karena melihat kondisi ibunya yang sudah parah.

Setelah perawatan berjalan dua hari biaya sebesar Rp 14 juta dan sampai empat hari, biaya perawatan sudah mencapai Rp 24 juta.

“Saya kaget mas dengan biaya rumah sakit yang begitu mahal untuk menangani pasien Covid-19. Sebenarnya ibu saya mau saya bawa pulang, tapi kondisi ibu sudah parah dan saya takut terjadi apa – apa sama ibu,” kata Indriana, saat ditemui di rumahnya, Jumat, (19/6/2020).

Setelah dirawat selama empat hari, pihak rumah sakit menagih uang muka (DP) sebesar Rp 15 juta. Karena tidak punya uang sebesar itu, Indriana pun akhirnya menyanggupi untuk membayar (DP) dulu sebesar Rp 5 juta.

“Pihak rumah sakit menagih (DP) terlebih dulu untuk biaya perawatan,” lanjut Indriana.

Namun selama perawatan ada banyak kejanggalan yang terjadi, awalnya saat setelah dirapid test hasil reaktif dan tiga hari berikutnya di swab, suster menyatakan hasilnya positif.

Namun, saat dilihat nama keterangannya bukan nama Retno Jemini dan swab tersebut. Namun nama orang lain. Kejanggalan berikutnya, saat dirawat di ruang isolasi, anaknya bisa keluar masuk seenaknya tanpa menggunakan APD. Padahal, menurut suster bahwa ibunya PDP Covid-19.

“Aneh mas saat dirawat itu, banyak kejanggalan. Masa saya bisa masuk menjaga ibu di kamar isolasi. Padahal kata suster ibu saya PDP Covid-19. Saya juga tidak pakai APD saat menjaga ibu saya,” ucapnya.

Setelah dirawat selama 5 hari kondisi ibunya tambah memburuk dan tidak membaik. Rencananya pihak keluarga akan merujuk ke RS Pemerintah. Karena biaya terus membengkak. Namun saat akan membawa pulang paksa, Indriana dipanggil bagian keuangan, dan akan membebaskan biaya perawatan selanjutnya untuk ibunya.

“Heran saya, kenapa tiba – tiba pihak RS mau membebaskan biaya perawatan berikutnya ibu saya setelah saya habis banyak. Kenapa tidak awal masuk RS sakit saja,” ungkapnya.

Tapi pihak rumah sakit meminta untuk melunasi biaya perawatan ibu saya terlebih dahulu sebesar Rp 25 juta, setelah dirawat selama 5 hari.

Baru setelah itu biaya berikutnya dibebaskan oleh pihak RS. Namun kekurangannya hanya 20 juta, karena yang Rp 5 juta sudah bayar buat (DP).

Pada hari ke enam tanggal 17 Juni 2020 pukul 13.13 WIB, orang tua Indriana meninggal dunia. Jenazah pun tidak diperbolehkan dibawa oleh keluarga sebelum pelunasan biaya RS sebesar Rp 41 juta.

Namun pada pukul 22.00 WIB pihak keluarga sudah melunasi biaya RS setengah dari total biaya yang harus dibayarkan.

Karena pihak RS akan mengklaim sisa biaya ke pemerintah sebagai pengganti perawatan pasien Covid-19. Jika tidak bisa diklaimkan, maka pihak keluarga almarhum harus melunasi sendiri.