Kesehatan

Inilah Bahaya Bulu Kucing, Waspadalah

SURABAYA, FaktualNews.co – Kendati kucing merupakan salah satu hewan peliharaan favorit. Namun bukan berarti kehadirannya tidak menimbulkan risiko kesehatan.

Bahaya bulu kucing merupakan salah satu hal yang perlu diwaspadai ketika menjadikan kucing sebagai hewan peliharaan.

Mengenal bahayanya dan memahami cara merawat kucing yang benar, dapat meminimalisasi risiko bahaya bulu kucing.

Memelihara hewan, misalnya kucing, memiliki risiko tertular penyakit. Meski bukan sebagai penyebab utama. Namun parasit dan bakteri penyebab penyakit dapat menempel pada bulu kucing saat hewan tersebut bermain di lingkungan yang kotor.

Beberapa kelompok orang, seperti ibu hamil dan orang yang menderita penyakit autoimun, lebih berisiko terhadap efek bulu kucing.

Ragam Efek Samping yang Bisa Ditimbulkan

Di balik penampilan bulu kucing yang indah, tersimpan potensi jenis penyakit yang dapat merugikan kesehatan, seperti:

  • Penyakit Cakar Kucing (cat scratch disease).

Pada kucing, penyakit yang disebabkan bakteri Bartonella henselae ini tidak menimbulkan gejala-gejala tertentu. Umumnya bakteri tersebut berpindah pada manusia melalui cakaran atau gigitan.

Namun tidak tertutup kemungkinan bakteri juga ditularkan ketika Anda mengelus bulunya kemudian menyeka bagian mata Anda menggunakan tangan yang sudah terkontaminasi bakteri.

Pada lokasi cakaran atau gigitan, muncul benjolan kecil dalam jangka waktu 10 hari. Benjolan tersebut diikuti dengan gejala-gejala mual, muntah, demam, menggigil, lelah, peradangan, dan rasa nyeri pada bagian kelenjar getah bening.

Bagi orang yang memiliki daya tahan tubuh yang baik, penyakit cakar kucing ini tidak akan memberi akibat serius.

Namun orang yang mengalami gangguan daya tahan tubuh, misalnya HIV/AIDS atau sedang dalam pengobatan kemoterapi akibat kanker. Bakteri ini dapat mengakibatkan kondisi yang lebih serius.

  • Kurap.

Kurap merupakan suatu jenis infeksi jamur pada kulit yang salah satunya dapat ditularkan oleh kucing. Penularannya bisa terjadi saat seseorang membelai kucing.

  • Toksoplasmosis.

Toksoplasmosis disebabkan parasit yang disebut Toxoplasma gondii yang terdapat pada feses (kotoran) kucing yang sudah terinfeksi. Sekitar 2-3 minggu setelah terinfeksi, kucing akan mengeluarkan parasit pada kotorannya.

Saat kucing menjilati bulunya, kemungkinan parasit akan tertinggal pada bulu kucing yang kemudian dapat berpindah pada manusia ketika membelainya.

  • Reaksi Alergi.

Sebenarnya bukan bulu hewan yang secara langsung memicu reaksi alergi, melainkan serpihan kulit, air ludah, dan urine hewan tersebut. Namun, ketika kucing menjilat dirinya, bulunya pun akan ikut terkena air ludah tersebut.

Reaksi alergi biasanya dapat menimbulkan rinitis alergi yang tampak seperti gejala flu. Beberapa reaksi tersebut antara lain mata gatal, bersin, pilek, dan peradangan pada sinus. Selain itu, bulu kucing dapat memicu serangan asma akibat reaksi alergi.

Meminimalisasi Risiko

Penting untuk menjaga kondisi kesehatan hewan peliharaan dan juga kebersihan diri Anda setelah melakukan kontak dengan hewan. Selalu cuci tangan  dengan sabun antibakteri setelah menyentuh kucing kesayangan, terutama sebelum menyiapkan makanan.

Ajarkan juga hal tersebut pada anak Anda. Sebagai tindakan pencegahan lain, hindari lokasi bermain anak-anak yang mungkin terkontaminasi feses kucing.

Selalu periksakan kondisi kesehatan kucing Anda. Infeksi dapat dideteksi dengan kunjungan rutin ke dokter hewan. Jika Anda atau anggota keluarga memiliki alergi terhadap bulu kucing, tapi tetap ingin memeliharanya, Anda disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis alergi dan imunologi.

Terakhir, upayakan agar kucing Anda selalu bersih, termasuk bulu dan cakarnya. Kucing senang menggali tanah dengan cakarnya. Saat itu terjadi, bersihkan kukunya dengan menggunakan sampo khusus.

Memelihara kucing sangat menyenangkan bagi penggemarnya, namun harus tetap memperhatikan risiko kesehatan yang mengancam. Pertimbangan lebih lanjut diperlukan terutama jika Anda atau anggota keluarga memiliki kondisi kesehatan tertentu.

Jika perlu, konsultasikan kepada dokter Anda atau dokter hewan sebelum memutuskan untuk memelihara kucing atau binatang peliharaan lain.