PROBOLINGGO, FaktualNews.co – Setelah sempat tertunda lantaran gedung DPRD dilockdown, akhirnya DPRD Kota Probolinggo menggelar Rapat Paripurna Pemandangan Umum Terhadap Raperda, tentang Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2019.
Paripurna yang hanya dihadiri Wakil Wali Kota (Wawali) tersebut berlangsung di ruang utama Gedung DPRD setempat, Senin (3/8/2020) sekitar pukul 10.00 WIB. Dari jumlah total 30 anggota dewan, yang hadir hanya 23 orang, sedang 7 sisanya tidak hadir saat sidang dimulai.
Fraksi PPP yang diberi kesempatan pertama membacakan pandangannya, tidak membacakan pandangan Fraksinya. Robit Riyanto yang ditugasi maju ke mimbar hanya mengucapkan 2 pantun. Setelah menyerahkan pandangan fraksinya ke Wawali HM Soufis Subri yang kemudian dilanjutkan ke ketua DPRD Abdul Mujib, Robit lalu kembali ke tempat duduknya.
Hal itu dilakukan karena menurut Robit, acara yang mengumpulkan banyak orang di masa pandemi Covid-19 tidak diperkenankan berlama-lama. Sehingga fraksinya telah menyepakati pandangan umum tidak dibacakan.
“Ini dalam situasi pandemi, rapat tidak boleh lama. Aturannya seperti itu. Kami dari PPP sepakat untuk tidak membacakan pandangan umum kami,” tandasnya.
Dalam pandangan umumnya PPP menilai, Pengelolaan Kas Daerah belum tertib. Selain itu, Kebijakan akuntansi tentang penyisihan piutang tidak konsisten. Mengenai kebijakan akuntansi terkait biaya dibayar dimuka, partai yang diketuai David Rosidi tersebut menilai, tidak sesuai standart akuntansi pemerintah.
Selanjutnya, pengelolaan persediaan di beberapa OPD dan unit kerja, belum tertib. Dan proses penghapusan asset terkesan berlarut-larut. “Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) hanya formalitas saja,” begitu PPP dalam pandangannya.
Disebutkan, Pemkot belum memiliki langkah strategis untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Belum ada upaya Pemkot untuk membangun kesadaran masyarakat membayar pajak dan retribusi. Sehingga PAD tetap rendah, padahal potensi untuk meninggaktkan terbuka luas.
PPP juga menyoroti soal luas lahan pertanian yang kian berkurang, sehingga berpengaruh pada ketersediaan beras, yang berbanding lurus dengan luas lahan. Dijelaskan, kebutuhan beras sebanyak 21 ribu ton, sedang hasil panen beras petani hanya 9 ribu ton. “Defisitnya kurang lebih 12 ribu ton. Program pangan berkelanjutan, belum efektif,” ujar Robit.
Tiga pelabuhan yang ada di wilayah Kota Probolinggo juga disoroti. Pemkot dinilai kurang memaksimalkan Pelabuhan Tanjung Tembaga, Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan (PPM) dan Pelabuhan baru yang dikelola PT DABN (Delta Artha Bahari Nusantara) anak perusahaan PT Petrogas Jatim Utama, BUMD milik Pemprov Jatim.
Sementara Fraksi PDI Perjuangan menilai, serapan anggaran sangat minim, sehingga memprihatikan. Pandangan umum yang dibacakan Imam Hanafi itu menyebut, program pada Dinas Kesehatan (Dinkes) sebesar Rp 74 miliar, hanya terealisasi Rp 42 miliar atau 56,45 persen. Hal yang sama juga terjadi di RSUD dr Mohamad Saleh. RSUD yang beralamatkan di jalan DI Panjaitan tersebut, anggarannya sebanyak Rp 166 miliar.
Namun yang terserap sekitar Rp 117 miliar atau 70,56 persen. Bahkan, program dinas (OPD) yang erat kaitannya dengan program kemasyarakatan, seperti pada Dinsos Rp 2 miliar hanya terealisasi Rp 1 miliar lebih atau Rp 63,61 persen.
Begitu juga pada Dinas PUPR dan Perkim untuk belanja jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp 86 miliar, yang diserap hanya Rp 42 miliar atau setara dengan 48,59 persen.
Proyek rehabilitasi Pasar Baru, tak lepas dari sorotan partai yang diketuai Ahmad Haris Nasution tersebut. Dikatakan, kondisi Pasar Baru saat ini memperhrihatinkan akibat pembangunannya yang terus molor. Fraksi PDI Perjuangan mengibaratkan pembangunan pasar yang juga dikenal dengan nama Pasar Niaga itu, “Hidup Segan Mati Tak Mau”.
Fraksi PDI Perjuangan juga mempertanyakan bantuan seragam SD dan SMP negeri dan swasta, gratis. Namun dalam pelaksanaannya yang mendapatkan seragam gratis hanya siswa yang bersekolah di Negeri saja. Sedang untuk sekolah swasta, tidak terealisasi.
Tak hanya itu, PDIP juga menyoroti dan mempertanyakan kesejahteraan GTT (Guru Tidak Tetap). Mengingat, hingga saat ini honornya masih di bawah UMK (Upah Minimum Kota atau Kabupaten).
Terkait proses belajar-mengajar di rumah juga dipertanyakan. PDIP melalui juru bicaranya Imam Hanafi mempertanyakan, pemenuhan sarana dan prasarananya internet untuk siswa di semua tingkatan saat belajar di rumah.