SIDOARJO, FaktualNews.co-Sidang perkara suap dan gratifikasi yang menjerat Supriyono, mantan Ketua DPRD Tulungangung di Pengadilan Tipikor Surabaya di Sidoarjo berakhir. Majelis hakim menjatuhi hukuman selama 8 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana selama 8 tahun penjara, denda Rp 500 juta, subsider 6 bulan kurungan,” ucap Ketua Majelis Hakim Hizbullah Idris, ketika membacakan amar putusan, Selasa (4/8/2020).
Selain hukuman pokok, majelis hakim juga menghukum Supriyono membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 4,850 miliar. UP tersebut selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap harus dibayar.
Jika tidak membayar harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Namun, jika harta benda tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan,” ulasnya.
Selain itu, terdakwa juga dijatuhi hukuman tambahan terkait pencabutan hak dipilih dan menduduki jabatan publik selama 4 tahun terhitung sejak menjalani masa pemidanaan.
Meski demikian, dalam pertimbangan putusan mengungkap perbuatan terdakwa Supriyono terbukti dalam dakwaan kumulatif sekaligus.
Pertama, ia terbukti dalam dakwaan kesatu alternatif pertama terkait suap yang diterima terdakwa bersama-sama pimpinan dan anggota 21 anggota banggar DPRD Tulungagung priode 2014-2019 untuk memperlancar Pengesahan APBD Tulungagung sejak 2015-2018.
Uang itu diterima secara bertahap sejak 2014-2018 dari Bupati Sahri Mulyo melalui sejumlah orang kepercayaannya untuk memuluskan ketok palu. Uang suap tersebut diistilahkan uang ‘Ketuk Palu’.
Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa terbukti melanggar sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf a Undang-undang tengang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kemudian terdakwa Supriyono juga terbukti dalam dakwaan kumulatif kedua penuntut umum. Dimana perbuatan terdakwa Supriyono dianggap berdiri sendiri terkait uang gratifikasi yang diterima dari orang kepercayaannya yang ditempatkan di Dinas PU dan Dinas Pendidikan Tulungagung.
Terdakwa bisa menguasai dua dinas tersebut sejak menjabat Ketua DPRD Tulungagung mulai 2013 hingga 2018. Terdakwa mendapat plot jatah tersebut karena Sahri Mulyo balas jasa kepada terdakwa yang sudah ikut membantu menduduki tahta Bupati pada tahun 2013 silam.
Dari dua dinas tersebut, terdakwa berkali-kali secara bertahap menerima gratifikasi yang total jumlahnya cukup fantastis. Namun, hadiah yang diterima itu tidak pernah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 hari.
Majelis berpendapat bahwa perbuatan terdakwa Supriyono terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 12 B Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.
Meski putusan yang dijatuhkan konform dengan tuntutan tersebut, namun JPU KPK pikir-pikir atas putusan tersebut. Sedangkan, terdakwa melalui penasehat hukumnya menyatakan banding.
“Kami nyatakan banding,” ucap Anwar Koto, penasehat hukum terdakwa kepada majelis hakim.