Peristiwa

Investigasi KNKT, Laka Maut Fuso di Jember karena Tekanan Angin Dipakai Rem dan Klakson Telolet

JEMBER, FaktualNews.co-Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan investigasi atas kecelakaan maut truk Fuso di Jalur Banyuwangi – Jember Kecamatan Silo, yang membawa korban jiwa 5 orang dan sejumah lainnya luka, Kamis (13/8/2020) lalu.

Usai Rapat Koordinasi di Kantor Dishub Jember di Jalan Dewi Sartika, Kecamatan Kaliwates, Senior Investigator KNKT Achmad Wildan menyampaikan, kecelakaan Truk Fuso berplat P 8525 UG bermuatan kedelai itu karena dua faktor.

Yakni sopir melakukan rem berkali-kali tanpa memperhitungkan kemampuan dari tekanan angin dalam tangki udara.

Juga penggunaan klakson telolet, yang salurannya menjadi satu dengan tangki udara yang juga digunakan untuk sistem pengereman.

“Saya turun karena melihat kriteria kecelakaan yang terjadi, sehingga menyebabkan banyak jatuh korban. Dasar itu dari saya (KNKT) kemudian melakukan investigasi,” kata Wildan, Selasa (18/8/2020).

Investigasi yang dilakukan KNKT adalah dengan interogasi kepada sopir truk Fuso, Syaiful (52) warga Dusun Krajan Kidul, Desa Rambigundam, Kecamatan Rambipuji, Jember.

“Pengakuannya, dari atas (Jalur Gumitir), menggunakan rem berkali-kali. Kemudian sopir mengaku, waktu ngerem terasa keras. Artinya tekanan angin tekor, ini menyebabkan rem blong. Karena jika tekanan angin ada, truk fuso bisa ngerem,” jelasnya.

Dari hasil wawancara itu, Wildan juga mengetahui jika truk Fuso yang melaju tersebut menggunakan klakson telolet.

“Saya tanya lagi, bapak saat mau berangkat mengecek gak tekanan anginnya? sudah diukur (pengakuan sopir), dan 8 bar (tekanan anginnya). Bapak pakai klakson telolet? Pakai katanya. Saya cek ada di bawah truk, yang salurannya tangki udara itu dipakai tekanan angin untuk rem dan juga klakson telolet,” ujarnya.

Sehingga dari investigasi yang dilakukannya, Wildan meyakini dua faktor prosedur. Yakni penggunaan tangki udara untuk pengereman tidak optimal, akibat digunakan juga untuk klakson telolet.

“Dan juga pengemudi truk, yang melakukan rem berkali-kali. Sehingga anginnya tekor,” katanya.

Hal inilah yang disayangkan Wildan, dan pihaknya berharap agar sopir lebih paham prosedur dalam mengemudi.

“Karena jika tekanan angin kurang dari 6 bar. Maka rem itupun tidak optimal. Sehingga kami berharap sopir memahami ini. Ditambah lagi kondisi turunan di Sempolan itu, harusnya for giving road (jalan yang memaafkan). Yakni harusnya ada lahan khusus untuk kendaraan ini agar bisa mengkondisikan. Agar terhindar dari kecelakaan,” pungkasnya.