Perkara Gratifikasi di Pengadilan Tipikor Sidoarjo
Mantan Kadis PU Kabupaten Mojokerto Bacakan Pembelaan Sambil Menangis
SIDOARJO, FatualNews.co-Zaenal Abidin, mantan Kadis PU Bina Marga Kabupaten Mojokerto tak bisa menahan tangis ketika membacakan nota pembelaan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (10/9/2020).
Tangis seseggukan itu terlihat ketika terdakwa menyampaikan, apa yang dituduhkan terkait gratifikasi itu sama sekali tidak benar. Justru, menurut dia, selama menjabat dirinya tidak mau main-main soal proyek, apalagi meminta fee atas proyek tersebut.
“Seperti apa yang terungkap dalam persidangan saya sama sekali tidak pernah meminta atau menerima suap maupun gratifikasi seperti apa yang dituduhkan kepada saya,” ucapnya.
Ia mengaku sejak dirinya diangkat menjadi PNS pada 1987 silam sampai sejumlah jabatan diemban, hingga terkahir sebagai Kadis PU Mojokerto, dia selalu menjalankan amanah itu sebaik mungkin.
“Saya selalu mengingat dan menjalankan sesuai sumpah jabatan yang sudah saya ucapkan dengan dedikasi tinggi,” ungkapnya. Dia juga menyebut sejumlah prestasi sejak mengabdi menjadi ASN Pemkab Mojokerto.
Selain itu, terdakwa juga menyampaikan sejak ditersangkakan KPK hingga sidang saat ini sudah tidak bisa lagi memberikan nafkah kepada istri dan anaknya, meskipun dirinya selama ini sebagai tulang punggung keluarga.
“Istri saya harus berusaha keras menghidupi anak-anak karena hak gaji yang seharusnya masih saya diterima tidak bisa diambil karena telah diblokir oleh KPK dalam kurun waktu dua tahun terkahir ini,” jelasnya.
Terdakwa meminta agar dirinya dihukum bebas karena sama sekali tidak menerima uang gratifikasi selama menjabat Kadis PU sejak tahun 2011-2016 itu.
Selain terdakwa, tim penasihat hukum (PH) juga menyampaikan pembelaan dari sisi yuridis atas tuntutan JPU KPK menuntut Zaenal hukuman penjara selama 5 tahun, denda Rp 300 juta, Subsider 3 bulan.
Serta mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti (UP) total keseluruhan sebesar Rp 1,270 miliar, yang harua dibayar maksimal satu bulan sejak putusan incrach. Bila tidak harta benda disita, jika masih kurang ditambah hukuman 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Menurut Ketua Tim PH terdakwa Zaenal Abidin, Ben D Hadjon menyatakan jika tuntutan yang dijatuhkan JPU KPK adalah hal yang tidak masuk akal dan sudah keluar dari tatanan hukum.
Sebab, menurut dia, dalam uraian surat tuntutan yang dibacakan JPU KPK tidak sesuai dengan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan terkait gratifikasi yang dialamatkan kepada terdakwa.
“Itu tidak sesuai dengan fakta persidangan. Minimal dua alat bukti tidak terpenuhi,” ucapnya. Ia pun menyebut antara saksi satu dengan lainnya tidak ada persesuaian soal uang gratifikasi yang dituduhkan kepada kliennya itu.
“Semua terkait pemberian uang dari kontraktor itu tidak ada satupun yang bisa dibuktikan JPU KPK. Dan yang paling membuat heran kami terkait cek sebesar Rp 200 juta yang dituduhkan Jaksa KPK hingga saat ini tidak bisa dibuktikan. Semua itu terungkap dalam persidangan terbuka untuk umum, semua menyaksikan fakta hukum itu,” jelasnya.
Meski demikian, Ben D Hadjon menyayangkan lembaga sekelas KPK dalam persidangan tidak memiliki bukti sama sekali apa terkait tuduhan gratifikasi sejak Maret 2015 hingga Agustus 2016 dari Hendarwan Maruszama, kontraktor yang memenangkan dan mengerjakan 6 paket proyek pekerjaan di Dinas PU Kabupaten Mojokerto kepada kliennya itu.
“Kami berbicara ini tidak mengada-ngada. Semua menyaksikan sendiri, bahkan bila perlu KPK membuka kembali rekaman selama sidang berlangsung. Kalau seperti ini sebenarnya kami kasihan dengan KPK sudah mendholimi orang yang tidak salah. Kalau melihat fakta ini seharusnya bebas,” pungkasnya.