JOMBANG, FaktualNews.co-Puluhan petani mengantre di sebuah kios pupuk di Jalan Raya Desa Mlaras Kecamatan Sumobito Jombang, Selasa (29/9/2020).
Para petani itu berasal dari dua desa, yakni Desa Mlaras dan Desa Sebani. Mereka sudah membawa kartu tani (kartan) dan berebut mendapatkan pembagian pupuk jenis urea dan phonska organik karena takut tak kebagian.
Maklum saja, harga pupuk bersubsidi ini dua per tiga lebih murah jika dibandingkan dengan harga pupuk pada umumnya atau non subsidi, yang berkisar Rp 290-300 ribu per sak (isi 50 kilogram).
Salah satu petani, Bagus Suyoyok mengaku baru saja mengambil empat sak pupuk bersubsidi dengan harga Rp 95 ribu per saknya.
Pembelian dengan sistem baru ini menurutnya semakin ribet dan memakan waktu lebih lama.
Meski demikian dia dan para petani lainya terpaksa mengikuti aturan baru ini demi mendapatkan pupuk murah ini.
“Iya, saya dapat empat sak pupuk (@50 kilogram) harganya per sak Rp 95 ribu, sesuai dengan luas lahan yang saya miliki,” ujar Bagus.
Pemilik kios, Alzumaroh membenarkan penjualan pupuk bersubsidi ini hanya bisa dilayani dengan petani yang telah memiliki kartu tani.
Nama-nama petani tersebut juga telah terdaftar di e-RDKK
(elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) yang dikelola Kementerian Pertanian.
Sedangkan pupuk yang dibagikan ini merupakan jatah selama empat bulan ke depan, September hingga Desember 2020.
“Kalau tidak pakai kartu tani, bisa jual puluhan ton. Kartan ini program baru pemerintah, otomatis layani petani pakai kartan. Hari ini urea organik, ponska organik, ada dua desa, Mlaras dan Sebani. Desa lain tidak bisa dilayani. Jatahnya sudah ada datanya dari PPL,” tandasnya.
Diketahui, mulai 1 September 2020 pemerintah mewajibkan petani yang mau membeli pupuk subsidi harus terdaftar dalam sistem e-RDKK yang dikelola Kementerian Pertanian dan memegang
Kartan.
Setiap hektare lahan akan mendapat jatah pupuk sebanyak 125 kilogram atau 12,5 kilogram per seribu meter lahan atau sawah.