Pertanian

Petani di Banyuwangi Menjerit, Keluhkan Harga Pupuk Bersubsidi Selangit

BANYUWANGI, FaktualNews.co-Keberadaan pupuk bersubsidi di Jawa Timur mengalami kelangkaan beberapa bulan terakhir ini, termasuk di Kabupaten Banyuwangi. Hal tersebut membuat petani di Banyuwangi menjerit, karena harganya yang selangit.

Ketua Himpunan Petani Pemakai Air (Hippa) Desa Gambor, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Rosidi, mengatakan harga pupuk bersubsidi meroket tajam akibat kelangkaan pupuk bersubsidi.

“Harga pupuk sekarang melonjak drastis. Yang semula pupuk subsidi harga 100 per paket yang terdiri dari 1 sak pupuk urea dan 1 sak pupuk organik, kini menjadi Rp 260 ribu. Ada juga yang Rp 280 ribu per sak tanpa pupuk organik,” jelasnya, Kamis (1/10/2020).

Rosidi juga mengajak para petani untuk segera membuat kartu tani. Karena menurutnya, itu akan menjadi kewajiban atau persyaratan ketika membeli pupuk.

“Saya ajak semua petani saya untuk membuat kartu tani, karena itu menjadi program pemerintah untuk mengetahui mapping luasan sawah dan jumlah petani Indonesia,” lanjutnya.

Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi Arief Setiawan, berkilah, kelangkaan pupuk bersubsidi karena alokasi pupuk subsidi yang diterima Pemkab Banyuwangi tahun ini berkurang.

Ia menyampaikan, terjadi selisih yang sangat jauh antara tahun 2019 dan tahun 2020.

Sebelumnya pupuk subsidi yang diterima Banyuwangi sekitar 61.526 ton, sedangkan tahun ini Pemkab Banyuwangi hanya menerima 38.254 ton.

“Ini jenis urea, yang lainnya juga sama. Tidak sampai akhir tahun pupuk subsidi sudah habis. Karena alokasi pupuknya memang dikurangi,” ucapnya kepada di kantornya, Kamis (1/10/2020).

Saat ini, kata Arief, sisa pupuk subsidi jenis urea di Banyuwangi tinggal 88 ton. Stok tersebut hanya tersisa untuk lima kecamatan.

Yakni Kecamatan Licin, Glagah, Blimbingsari, Rogojampi dan Kecamatan Banyuwangi. “Sebanyak 88 ton ini ada di lima kecamatan, alokasi pupuk yang lain sudah habis,” imbuhnya.

Arief menerangkan, penyebab yang lain kelangkaan pupuk, karena terjadi pembelian pupuk subsidi oleh masyarakat secara tidak terkendali. Ini, kata Arief, biasa terjadi pada pertengahan tahun.

“Tidak terkendalinya karena tidak ikut anjuran pemerintah. Kios-kios juga tidak ‘manut’ ke pemerintah. Padahal masing-masing kios sudah ada elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK). Tapi yang terjadi banyak kios menjual ke pihak-pihak lain yang tidak tercantum di e-RDKK,” paparnya.

Menurutnya, sebenarnya, pihaknya sudah mengatur agar kejadian kelangkaan pupuk di pertengahan tahun seperti ini tidak kembali terulang.

“Sekarang ini orang yang membeli pupuk subsidi sudah tidak bisa karena di lock. Artinya sisanya ini tidak diedarkan lagi sementara ini, masih dilock oleh pusat. Supaya tidak terjadi rebutan pupuk,” jelasnya.

Menanggapi adanya kelangkaan pupuk tersebut, Dinas Pertanian Banyuwangi pihaknya sudah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk tambahan alokasi pupuk subsidi.

Selain itu, Dinas Pertanian setempat mengusulkan kepada pemerintah kabupaten menyediakan anggaran pengadaan pupuk organik cair untuk membantu petani secara khusus.

“Anggarannya hampir Rp 10 miliar, kita anggarkan di APBD 2020. Di Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) kita juga usulkan dan disetujui anggaran Rp 12 miliar dari 15 miliar yang kita ajukan dan kita usulkan membeli pupuk organik cair,” katanya.

Menurutnya, untuk yang APBD sudah disebarkan dan didistribusikan yang Rp 10 miliar. Masing-masing kecamatan 400 hektare. “Berarti kalau 25 kecamatan ada 10 ribu hektare, maka satu hektarenya mereka terima 5 liter pupuk organis cair,” tutupnya.