SUMENEP, FaktualNews.co-Sejumlah aktivis perempuan yang tergabung dalam PMII dan GMNI Sumenep menggelar demonstrasi di depan mapolres setempat, Jumat (16/10/2020).
Kedatangan mereka guna menuntut beberapa oknum polisi setempat yang dinilai telah melakukan persekusi di media sosial (medsos) terhadap salah satu orator aksi saat unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja di depan gedung DPRD, Senin (12/10) lalu.
“Ini sangat tidak etis, kita telah dikebiri dan dipersekusi oleh oknum kepolisian,” teriak Korlap Aksi, Saidah di hadapan sejumlah aparat keamanan.
Para aktivis perempuan ini disambut dengan kawat berduri oleh petugas keamanan korps baju coklat. “Buka ini (kawat berduri, red), kami mau menyampaikan tuntutan kami. Kenapa disambut seperti ini, jalan ini bukan milik polisi,” sesal Saidah sambil berteriak.
Sebelumnya, salah seorang orator perempuan yang diketahui bernama Arisya Dinda Nurmala Putri dari Kopri (Koorp PMII Putri) PMII Sumenep sempat viral di media sosial TikTok.
Aktivis perempuan yang satu ini, tampak sedang berorasi di depan DPRD Sumenep dengan suara lantang dan berteriak perihal institusi kepolisian yang dinilai menghalangi massa aksi masuk ke dalam gedung parlemen.
Saidah menambahkan, salah satu bentuk dugaan pelecehan yang dikantongi pihaknya adalah ujaran kebencian dalam video tidak pantas.
“Semisal kemarin ada yang membuat di akun TikTok, ada video kawan perempuan pada saat orasi langsung disambung dengan foto pelacur. Nah ini sudah termasuk pelecehan,” tegasnya.
Mereka mengancam akan kembali lagi ke Polres Sumenep dalam beberapa hari ke depan. Sebab, mereka merasa tuntutan yang disampaikan tidak diindahkan.
“Kami akan datang lagi ke pihak kepolisian, karena ini (tuntutan, red) tidak diindahkan sekarang. Tentunya dengan massa yang lebih banyak dan tuntutan yang lebih banyak juga,” kecamnya.
Menurut data yang dikantongi oleh sejumlah aktivis Korp PMII Putri dan GMNI Cabang Sumenep, oknum yang mengunggah ujaran kebencian dan persekusi itu diduga merupakan oknum aparat kepolisian.
“Untuk story WA dan video TikTok ada sekitar 10 sampai 12 akun, kalau berdasarkan foto profil itu memang anggota polisi sebab pakai seragam,” imbuh Ketua Umum GMNI Sumenep, Maskiyatun, usai demo di depan Mapolres Sumenep.
Meski demikian, para aktivis belum bisa membeberkan data para pelaku. Sebab, hemat mereka, hal itu masih merupakan konsumsi internal dan bersifat rahasia. “Mohon maaf, untuk bukti ini, privasi ya mas,” ucapnya.
Menanggapi hal itu, Kapolres Sumenep, AKBP Darman menyatakan, pihaknya tidak bisa dengan serta-merta mengambil tindakan soal dugaan keterlibatan anggotanya dalam kasus ujaran kebencian dan persekusi. Sebab, ia menilai, kasus tersebut tidak masuk dalam kategori pidana umum (Pidum).
“Terkait hal itu harus ada mekanisme pembuktian, tidak serta-merta langsung ditunjuk orangnya itu, melainkan harus dibuktikan,” tegasnya.
“Kalau memang ada anggota saya nanti yang bersalah secara hukum saya berkewajiban untuk menjalankan hukumannya,” imbuhnya.
Darman menambahkan, jika para aktivis tetap bersikukuh untuk menuntut kasus tersebut cepat selesai, maka harus melapor ke Mapolres Sumenep.
Nanti, kata dia, akan diproses oleh penyidik yang menangani masalah UU ITE sesuai dengan temuan, bukti dan saksi.
“Sementara untuk bukti nanti akan diserahkan ke penyidik, semua ada pembuktiannya. Kejahatan elektronik itu penanganannya beda, saya mendorong mereka untuk melaporkan, saya lebih senang kok,” tandas Darman.