SIDOARJO, FaktualNews.co – Sidang perkara dugaan korupsi tanah kas desa (TKD) Kolpajung, Kecamatan/Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo, semakin memanas, Selasa (20/10/2020).
Hal itu dipicu saat dua saksi meringankan terdakwa Mahmud, pemilik tanah yang juga warga Kelurahan Kolpajung, Santawi, mantan Ketua RT 2 dan Herman, mantan pegawai BPN Pamekasan diminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pamekasan melihat barang bukti surat di hadapan majelis hakim.
Secara otomatis pihak tim penasehat hukum terdakwa juga ikut menyaksikan bukti surat yang ditunjukan pihak jaksa itu. Ketika itulah keduanya saling bersitegang terkait bukti surat sppt atas objek lahan 2.181 meter persegi sudah terbit sertifikat pribadi yang disoal tersebut.
Bersitegang keduanya itu membuat hakim menengahi. “Sudah begini saja, itu nanti yang membuat hadirkan saja sebagai saksi. Termasuk saksi verbalisan (penyidik),” ucap Lufsiana, salah satu hakim anggota kepada penuntut umum.
Meski demikian, Tim PH terdakwa Mahmud, Rizal Haliman mengaku bahwa bersitegang timnya dengan pihak soal berkas barang bukti Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) yang disajikan jaksa dengan yang ditunjukan di hadapan majelis hakim berbeda.
“Barang bukti SPPT PBB 2015 yang disajikan itu berupa salinan yang ditempel dan ditandagangani pejabat lain. Padahal, SPPT PBB itu sudah ada tanda tangan pejabat sebelumnya,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, bukti yang diperlihatkan jaksa terkait alamat subjek dan objek tidak singkron. Ia meyebut bukti SPPT PBB tahun 2015 yang ditunjukan jaksa di Jalan Agus Salim milik Muari.
Ternyata SPPT PBB yang baru dengan stempel asli dibuat Jalan Nyalaran, tempat objek sengketa. Padahal, di Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) tercantum Jalan Agus Salim.
“Berarti yang digunakan jaksa jalan Agus Salim, bukan jalan jalan Nyalaran yang merupakan milik klien kami yang saat ini dituduh tanah TKD itu. Kan jelas jalan Agus Salim dan Nyalaran itu berbeda jauh,” sebutnya yang menyesalkan barang bukti tidak singkron
Rizal menegaskan, persoalan barang bukti jaksa yang tidak sama antara tercantum diberkas dan yang ditunjukan kepada hakim itulah yang membuatnya bersitegang. Mengapa itu terjadi, kami menyayangkan subjek dan objek tidak singkron dengan daftar himpunan ketetapan pajak (DHKP) itu,” keluhnya.
“Perkara ini seharusnya gak bisa langsung masuk Tipikor. Ini harus PTUN karena pihak BPN sudah menerbikan sertifikat yang peroleh secara sah,” jelasnya.
Perlu diketahui, Abdul Aziz, Lurah Kolpajung, Kecamatan/Kabupaten Pamekasan dan Mahmud, warga Kelurahan Kolpajung yang juga guru PNS di SDN Tambak 1 Omben, Kabupaten Sampang mulai diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo.
Keduanya didakwa melakukan korupsi tanah kas desa (TKD) yang berlokasi di lingkungan Bata-bata, Kelurahan Kolpajung seluas 2.181 meter persegi menjadi milik pribadi. Lahan yang saat ini sudah terbit sertifikat atas nama terdakwa pada tahun 2015 itu merupakan bagian dari lahan seluas 5.750 meter persegi tanah percaton (TKD) Kolpajung.