SURABAYA, FaktualNews.co – Seiring perjalanan waktu bukti semakin menguat bahwa penggunaan media sosial berkaitan erat dengan depresi yang pada gilirannya justru membuat banyak orang tidak bahagia.
Tak hanya itu, medsos juga dinilai meningkatkan perasaan terisolasi dan putus asa pada penggunanya meskipun awalnya bertujuan untuk keperluan berinteraksi dan bersosialisasi.
Dilansir Science Times, beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa remaja dan kawula muda menghabiskan sebagian besar waktunya di situs jejaring sosial, seperti Instagram, Facebook, dan lainnya.
Menurut Child Mind Institute, tingkat depresi di antara para pengguna tersebut lebih besar sekitar 13% hingga 66% dibanding mereka yang lebih sedikit menghabiskan untuk medsos.
Untuk meminimalkan efek merugikan dari medsos terhadap kesehatan mental, disarankan untuk membatasi waktu penggunaannya. Selain itu juga direkomendasikan untuk berhati-hati saat terlibat dalam interaksi positif serta sebisa mungkin menghindari atau memotong interaksi negatif.
Kaitan antara medsos dan depresi
Menurut Lea Lis, dilansir Science Times, medsos tidak secara langsung menyebabkan depresi, tetapi dapat memfasilitasi kebiasaan yang dapat menyebabkan orang merasa tertekan.
“Sangat mudah tersesat di dunia media sosial sehingga orang terkadang melupakan tanggung jawab mereka dalam hidup, begadang, dan mudah terganggu,” kata Lea Lis.
Sebuah penelitian di Kanada tahun 2019 menunjukkan bahwa untuk setiap jam yang dihabiskan di media sosial, gejala depresi di antara siswa kelas tujuh meningkat secara signifikan.
Gejala tersebut antara lain perasaan kesepian, sedih, dan putus asa. Meski studi tersebut tidak menyimpulkan bahwa penggunaan media sosial menyebabkan depresi, para peneliti merekomendasikan untuk mengatur penggunaannya.
Kalaupun media sosial bisa menumbuhkan rasa kebersamaan, bisa juga menimbulkan rasa takut ketinggalan atau yang biasa dikenal dengan Fear of missing out (FoMO).
Sebuah studi tahun 2019 menunjukkan peningkatan perasaan terisolasi di media sosial yang memperkuat peningkatan pengalaman positif yang digambarkan sendiri di media sosial.
Orang-orang cenderung jatuh cinta pada doomscrolling, yaitu fenomena yang membuat orang terus-menerus menggulir ke bawah pada newsfeed mereka untuk melihat kabar teman-teman mereka saat ini. Melakukannya terkadang dapat menyebabkan kurang tidur, yang membahayakan kesehatan seseorang.
Tidak hanya itu, tetapi juga dapat membiakkan cyberbullying karena orang dapat dengan mudah melontarkan penghinaan kepada orang lain menggunakan nama pengguna anonim, yang membuatnya sulit untuk meminta pertanggungjawaban mereka.
Selain itu, terlalu banyak penggunaan media sosial akan membuat orang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, dan tidak memenuhi “standar” tersebut akan membuat mereka merasa tertekan atau putus asa.
Bagaimana memperbaiki kebiasaan negatif bermedsos
The Insider berkonsultasi dengan psikoterapis Mayra Mendez, Ph.D., LMFT dari Providence Saint John’s Child and Family Development Center, untuk membuat daftar beberapa cara memperbaiki kebiasaan negatif bermedsos.
Pertama, matikan pemberitahuan untuk semua aplikasi, termasuk email dan teks, untuk menghindari diingatkan menggunakan media sosial dan batasi waktu untuk menggunakannya.
Kedua, atur batas waktu dengan menambahkan pengingat ke telepon yang memberi peringatan ketika pengguna telah melewati waktu yang ditentukan.
Ketiga, Selektif dalam menciptakan dan memelihara hubungan daring. Menurut para ahli, itu akan membantu jika Anda hanya berfokus pada hubungan yang kuat dan mengatur waktu tertentu untuk interaksi tatap muka dengan mereka.
Keempat, berhati-hatilah dalam menggunakan media sosial. Carilah platform dan interaksi positif dan habiskan lebih sedikit waktu untuk membandingkan diri sendiri dengan selebriti atau model untuk menghindari perasaan negatif dari tujuan yang tidak realistis.