Menyoal Dana Covid-19 Kemenag bagi TPQ di Jombang
SURABAYA, FaktualNews.co – Kementerian Agama (Kemenag) mengucurkan dana bantuan penanganan Covid-19 bagi ratusan Taman Pendidikan Al Quran (TPQ) di Kabupaten Jombang. Nilai bantuan sebesar Rp 10 juta untuk setiap TPQ.
Namun belakangan permasalahan muncul setelah Forum Komunikasi Pendidikan Al Quran (FKPQ) — organisasi binaan Kemenag — meminta kembali sebagian dana tersebut untuk dibelanjakan alat Protokol Kesehatan (Prokes).
Tak tanggung-tanggung, dana yang diminta sekitar 60 persen atau Rp 6 juta rupiah dari yang diterima.
Para pengurus TPQ pun kompak melakukan penolakan. Alasannya, pembelian Prokes bisa dilakukan oleh masing-masing TPQ secara mandiri tanpa keterlibatan FKPQ.
Selain itu, harga barang yang ditawarkan versi FKPQ dinilai lebih mahal bila dibandingkan di pasaran.
“Kalau hanya beli alat untuk protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19 kan bisa membeli sendiri. Kalau melihat rincian pembelanjaannya banyak yang tidak sesuai. Pihak TPQ bisa mendapatkan harga lebih murah dari harga yang ada di-list,” tutur D dikutip dari KabarJombang.com, Selasa (29/9/2020).
Kendati mendapat penolakan, FKPQ bergeming. Pihaknya berdalih penarikan dana bantuan dari TPQ merupakan bagian tanggungjawab sebagai mitra Kemenag terhadap lembaga dibawah naungannnya dalam pembelian sarana Prokes untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 yang sifatnya tidak wajib.
Lantaran jumlah alat Prokes yang dibutuhkan sangat banyak, FKPQ berinisiatif membantu menyediakan barang. Dengan menyertakan list harga sesuai ketentuan, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan jaminan garansi.
Dari Rp 6 juta dana yang dihimpun, FKPQ akan membeli enam item alat Prokes. Setiap TPQ akan menerima satu thermogun seharga Rp 900.000, 50 biji Faceshield seharga Rp 22.500 per pieces atau total Rp 1.125.000 dan 100 biji masker seharga Rp 12.500 per pieces atau total Rp 1.250.000.
Lalu sebuah alat pembersih udara-Lampu UV Germedical-seharga Rp 950.000 dan sebuah alat penyemprot disinfektan berkapasitas 16 liter seharga Rp 600.000 serta paket disinfektan seharga Rp 1.175.000.
“Kita mencoba membantu karena di Jombang dengan jumlah 700 sekian penerima dana tersebut, kan susah memenuhinya kalau tidak langsung ke agen besar. Makanya kita inisiatif untuk membantu,” tandas Wakil Ketua FKPQ Jombang, Aris Musholin, Rabu (30/9/2020).
Dalam pengadaan alat Prokes tersebut, FKPQ turut menggandeng dua penyedia asal Mojokerto, CV Artha Kencana Nararya dan CV Kurnia Jaya.
Kekhawatiran para pengurus TPQ menjadi kenyataan. Alat Prokes yang diterima tidak sesuai harapan, tak sebanding dengan jumlah dana yang dipotong.
Alat sprayer manual misalnya, oleh penyedia barang dibanderol seharga alat sprayer elektronik, yakni Rp 600 ribu. Belum lagi masker maupun alat lain yang juga dinilai tak masuk akal.
Praktik potongan dana tak berhenti disitu saja. Sisa anggaran juga dikabarkan tidak diterima utuh para pengurus TPQ yang semestinya genap Rp 4 juta rupanya berkurang Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu.
Lagi-lagi pihak FKPQ beralasan pemotongan dana untuk mengganti biaya jasa penyusunan LPJ kolektif yang diserahkan ke FKPQ tingkat kecamatan.
“Memang benar kita tidak terima utuh Rp 4 juta setelah pengembalian Rp 6 juta ke FKPQ. Tapi ada potongan lagi sebesar Rp 500 ribu untuk FKPQ Kecamatan. Kalau rinciannya bilangnya sih Rp 300 ribu itu LPJ kolektif dan Rp 200 ribu untuk petugas yang riwa-riwi,” tambah AM, salah seorang narasumber, Rabu (21/10/2020).
Menanggapi permasalahan ini, praktisi hukum sekaligus ahli pidana dari Universitas Brawijaya Malang, Dr Lucky Endrawati SH MH menyampaikan, apabila ada penyalahgunaan aliran dana yang bersumber dari keuangan negara maka terindikasi delik korupsi.
“Apabila ditemukan aliran dana yg dipakai menggunakan anggaran negara atau pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, maka ada indikasi delik korupsi,” ujar Lucky melalui pesan Whatsapp kepasda media ini, Senin (16/11/2020).
Dirinya menambahkan, jika indikasi delik korupsi benar-benar ditemukan tidak harus menunggu aduan. Melainkan siapapun yang mengetahuinya berhak melaporkan ke penegak hukum.
“Kalau sudah masuk ranah korupsi tidak disyaratkan adanya aduan. Jadi siapa saja atau setiap orang yang mengetahui disertai adanya bukti penyimpangan penggunaan anggaran negara bisa melaporkan ke penyidik, baik polri atau kejaksaan,” tuturnya memungkasi.