Saksi Kunci Ungkap Banser Riyanto Tidak Tewas Memeluk Bom Natal 2000 di Mojokerto
MOJOKERTO, FaktualNews.co – Detik-detik seorang anggota Barisan Serbaguna (Banser) Mojokerto bernama Riyanto, yang tewas akibat ledakan bom malam misa Natal tahun 2000 silam hingga kini masih menjadi perbincangan.
Dari cerita yang beredar, Riyanto merupakan martir dalam insiden bom malam misa Natal tahun 2000 di gereja Eben Haezer Jalan Kartini, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto.
Pemuda kelahiran 23 November 1975 asal Kelurahan/Kecamatan Prajuritkulon, Kota Mojokerto, itu meregang nyawa dalam kondisi mendekap atau memeluk bom, ketika melakukan penjagaan di malam misa Natal.
Namun, cerita tersebut dibantah oleh saksi kunci atau saksi tunggal detik-detik sebelum bom malam misa Natal tahun 2000 di gereja Eben Haezer Jalan Kartini, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto itu meledak.
Menurut saksi kunci peristiwa bom misa Natal di gereja Eben Haezer Kota Mojokerto, Aiptu Agus Tugas Prayitno Handoko mengungkapkan, kala itu ia menyaksikan Riyano tidak lari dan dalam posisi membungkuk sambil memegang benda yang dibungkus tas plastik.
Anggota Polisi yang kini bertugas di Polsek Jetis itu saat kejadian bom malam misa Natal ini menceritakan, sebelum meledak Riyanto menghampirinya dengan membawa tas plastik warna hitam, yang ketika ia berada di jalan raya depan rumah dokter Gunawan, sisi barat gereja Eben Haezer Kota Mojokerto.
“Saya tidak tahu Riyanto mengambil bungkusan itu dimana dan dengan siapa. Riyanto, Banser datang ke saya dari arah timur kebarat, waktu saya pengamanan di depan rumah dokter Gunawan,” cerita Agus yang saat itu masih berpangkat Serma dan bertugas di Polsek Prajurit Kulon, saat ditemui FaktualNews.co di rumahnya di Pulorejo, Kelurahan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Jumat (25/12/2020).
Kemudian, tas plastik itu diberikan ke Agus oleh Riyanto. Dengan posisi duduk berjongkok Agus membuka tas plastik tersebut dan disaksikan Riyanto.
Posisi duduk Agus memghadap ke timur, sedangkan Riyanto menghadap ke barat, jadi mereka saling berhadap-hadapan dengan posisi jongkok tepat di sebelah gorong-gorong depan rumah dokter Handoko.
“Tas atau kresek yang saya bawa warna hitam itu awalnya mudah, ternyata di dalamnya ada kresek ada kresek lagi warna hitam. Tapi saya buka (kresek kedua) kok sulit, akhirnya disobek Riyanto,” ujarnya.
‘Lari Pak Semua, Awas Ada Bom, Tiarap….’
Setelah terbuka, seketika itu dirinya kaget kerena melihat benda sebesar aki mobil. Menurutnya, di dalalamnya ada bubuk mesiu, paku, dan lilitan kabel.
“Waktu itu tidak terlihat jelas karena lampu kota berwarna kuning tidak begitu terang to. Saya lihat ada kabel dan ada detak jam,” paparnya.
Mengetahui hal itu, Agus langsung sontak dan terbelalak bola matanya dan berteriak ‘lari pak semua, awas ada bom, tiarap’.
“Saya lari lima langkah, saya tidak tega dan melihat kebelakang, mungkin Allah yang memberi tahu melihat Riyanto tidak lari dan benda itu dipegang, mungkin dianggap mercon dan dimasukkan ke bak kontrol (saluran air) itu, ya otomatis konslet, kan belum waktunya meledak,” bebernya.
Agus menjelaskan, di depan rumah dokter Gunawan itu ada gorong-gorong yang terdapat bak kontrol.
“Saya masih melihat dengan mata kepala saya sendiri Banser tersebut (Riyanto) posisi berdiri membungkuk,” tegas Agus.
Ia sangat menyayangkan, pada waktu itu anggota Banser tersebut tidak lari. Padahal semua orang disekitar lari, termasuk TNI dan Polisi.
“Benda itu (tas plastik berisi bom) dimasukkan ke gorong-gorong oleh dia (Riyanto) dan langsung meledak,” katanya.
Ledakan bom terjadi pada 24 Desember 2000 sekitar pukul 20.10 sampai 20.15 WIB bersamaan jemaat umat kristiani keluar dari dan disusul lagi ledakan bom kedua yang berada di bawa kolong becak.
“Bom kedua ada di bawah kolong becak yang berada tepat didepan gereja Eben Haezer,” katanya.
Saksi Bom Malam Misa Natal Mojokerto: Tidak Benar Semua Itu
Agus dengan tegas menyanggah kronologi bom Natal tahun 2000 yang menewaskan Riyanto dalam buku berjudul “Riyanto Melawan Teroris” dan tayangan film yang sempat dibintangi seorang aktor terkenal, Reza Rahardian.
“Tidak benar semua itu, kalau memang bom itu meledak dipelukan Riyanto, dia pasti sudah hancur, tapi tetap utuh toh. Meledaknya itu bersamaan komando saya. Meledaknya bom posisi dia (Riyanto) membungkuk otomatis kepala, tangan, dan kakinnya hilang. Ini fakta hukumnya, bukan dilempar,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pihaknya tidak merasa pernah di wawancarai oleh penyusun buku “Riyanto Melawan Teroris itu. Padahal menurutnya, dia satu-satunya saksi kunci pada insiden bom Natal tahun 2000 di Mojokerto.
Bahkan, ia tidak sepakat jika judul buku tersebut. Karena ia berpendapat Riyanto merupakan korban ledakan bom Natal dan tidak sedang melawan teroris.
“Tim penyusun malah mewawancarai salah satu anggota Banser yang tutur menjaga gereja malam itu, sedangkan Amir tidak tahu detik-detik pembukaan tas plastik itu. Saya sudah mendatangi Amir dan Saiful Amin selaku editor buku tersebut. Seharusnya sejarah harus diluruskan, hanya saya saksi kunci satu-satunya,” imbuhnya.