Nasional

DPRD Sumenep dalam Pusaran Dugaan Penipuan Tes CPNS

SUMENEP, FaktualNews.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPDRD) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menjadi sorotan setelah kantor para wakil rakyat tersebut digunakan penyidik Polres setempat untuk melakukan pemeriksaan terhadap terlapor dugaan penipuan tes CPNS pada pekan lalu.

Praktisi hukum, Ach Supyadi menilai, pemeriksaan terhadap terlapor di gedung parlemen di jalan Trunojoyo nomor 124, kendati terlapor merupakan istri ketua DPRD Sumenep, terindikasi cacat fungsi.

“Istri ketua DPRD diperiksa di kantor dewan, jelas itu cacat fungsi, maka tidak ada legal standing yang membenarkan,” sebutnya. Kamis (7/1/2021).

Supyadi mengurai, permintaan keterangan oleh penyidik korp bhayangkara terhadap istri politisi senior PKB, K. Abdul Hamid Ali Munir, merupakan kasus personal yang tidak ada hubungannya dengan urusan publik.

“Itu kan kasus pribadi, tidak ada hubungannya dengan publik atau masyarakat. Urusan pribadi dicampur adukkan dengan fasilitas publik, jadi cacat fungsinya di situ,” imbuhnya.

Bahkan, advokat muda ini juga meminta polisi tidak memberi karpet merah dengan mengistimewakan terlapor, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.

“Ini kan kasus pidana, bukan perdata. Gedung DPR itu fasilitas umum, polisi jangan sampai mengistimewakan, apalagi posisinya sebagai terlapor. Penyidik berhak menolak kok, jangan sampai memberikan perlakuan istimewa,” tegasnya.

Untuk itu, pengacara asal kepulauan ini meminta kasus yang menjerat istri ketua DPRD ujung timur pulau garam jangan sampai melebar terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang.

“Jangan sampai kasus ini melebar, penyalahgunaan wewenang dalam jabatan yang dilakukan oleh anggota dewan, itu masuk pidana. Penyalahgunaan wewenang dalam jabatan kan salah satu unsurnya untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain,” tandasnya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Darah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Sami’oeddin meminta agar seluruh anggota dewan menjaga marwah DPRD.

“Kita semua harus bisa menjaga marwah DPR, anggota termasuk pimpinan dan saya sendiri sebagai BK. Tapi tidak termasuk istri dewan,” sebutnya, dihubungi melalui sambungan telepon pribadinya.

Namun, K. Sami’ sapaan akrab Sami’oeddin enggan terlalu jauh menanggapi prihal dugaan penyalahgunaan wewenang.

Untuk itu, pihaknya menyarankan agar ada surat pemberitahuan terlebih dahulu, manakala ingin menggunakan fasilitas gedung parlemen di luar kepentingan legislasi.

“Ke depan saya berharap ada surat pemberitahuan terlebih dahulu lah, biar tidak terjadi seperti ini lagi. Anggota dewan tidak bisa sewenang-wenang, kita kan ada aturan dan tatacara yang harus dipatuhi,” harapnya.

Diketahui, kasus dugaan penipuan tes CPNS tahun 2013 lalu yang menyeret sejumlah nama, salah satunya istri ketua DPRD Sumenep, terus menggelinding, dalam pernyataan terbarunya, Kasat Reskrim Polres setempat menyebebut ada janji dari istri K. Abdul Hamid Ali Munir itu, kepada para korban.

Dari keterangan pelapor, Hj. Rahmaniyah diduga kuat menjanjikan lolos menjadi abdi negara dalam hal ini ASN (Aparatur Sipil Negara) terhadap para korbannya.

“Dia (Hj. Rahmaniyah) yang menjanjikan untuk meloloskan atau diterima sebagai PNS dengan menyerahkan sejumlah uang,” terang Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Dhani Rahadian Basuki. Rabu (6/1/2021).

Terlepas adanya pengakuan terlapor juga sebagai korban tindak pidana penipuan oleh orang lain misalnya, lanjut AKP Dhani, maka itu menjadi kasus terpisah.

“Korban kan tahunya bayar uang ke terlapor, jadi korban ini merasa ditipu terlapor, kalau terlapor merasa ditipu orang lain lagi, ini urusannya beda lagi. Jika mengaku juga sebagai korban, ya harus dibuktikan” imbuhnya.

AKP Dhani menambahkan, pihaknya bahkan telah melakukan pemeriksaan kepada terlapor sepekan lalu, bertempat di gedung DPRD Sumenep. “Minggu lalu sudah diperiksa di kantor dewan si terlapornya,” sebutnya.

Kasus dugaan penipuan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Sumenep ini kembali mencuat setelah dilaporan oleh JM, Warga Ambunten ke Polres setempat.

Dalam dugaan tindak pidana penipuan CPNS tahun 2013 itu, korban mengaku diiming-imingi menjadi abdi negara oleh RM (istri ketua DPRD Sumenep, Hj. Rahmaniyah), warga Desa Matanair, Kecamatan Rubaru.

RM dilaporkan JM, Warga Ambunten ke Polres Sumenep, pada 24 Agustus 2020 lalu. Dengan dasar bukti lapor LP-B/195/VIII/RES.1.11/2020/RESRKRIM.SPKT Polres Sumenep. Dugaan penipuan itu terjadi lantaran korban juga sudah menyetor sejumlah uang kepada terlapor.

Dalam laporannya, dugaan penipuan itu berawal saat, korban berkeinginan menjadi pegawai negeri. Korban yang tengah mencari jalan untuk bisa lolos, bertanya kepada temannya FAT dan diarahkan ke terlapor, RM. Akhirnya, korban langsung mendatangi terlapor dan menjalin komunikasi.

Nah, setelah itu akhirnya terlapor mengaku bisa meloloskan menjadi CPNS. Tentunya, dengan membayar uang sebesar Rp 60 juta, itu dibayar lunas ketika sudah ada SK (Surat Keputusan).

Dalam perjanjian, korban ini tetap harus membayar uang muka atau DP (down payment). Maka, korban menjadi tertarik, dan kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 40 juta. Sementara sisanya akan dibayar setelah lolos dan SK keluar.

Beberapa bulan berikutnya, terlapor meyakinkan korban dengan menyatakan SK sudah ada, dan meminta untuk dijemput di rumahnya. Sayangnya, SK tersebut disinyalir palsu, karena korban tetap tidak diangkat sebagai ASN.

Sementara itu, istri ketua DPRD Sumenep, Hj. Rahmaniyah dalam wawancara eksklusif bersama FaktualNews.co, istri K. Abdul Hamid Ali Munir ini mengaku apa yang terjadi pada dirinya adalah rentetan kasus dugaan penipuan, sehingga dirinya yang diseret ke ranah hukum sebagai terlapor, sejatinya merupakan korban.

“Dengan orang yang melapor ke Polres beberapa waktu lalu itu, sebenarnya posisi kami sama mas, sama-sama jadi korban,” sebutnya. Minggu (3/1/2020) lalu.

Rahmaniyah mengurai, kasus tersebut bermula dari ketertarikan keponakannya untuk menjadi abdi negara dalam hal ini ASN, ia yang saat itu sudah menjadi istri anggota DPRD, mengklaim hanya membantu mencarikan jalan.

Dalam perjalanannya, Rahmaniyah menemukan jalur untuk memasukkan keponakan dan beberapa orang yang meminta tolong pada dirinya, melalui salah seorang berinisial AM, warga Desa Klaimook, Kecamatan Kalianget Sumenep, yang diketahui lewat jalur rekannya juga.

“Awalnya saya minta tolong ke teman, akhirnya disambungkanlah dengan AM ini untuk bisa memasukkan orang-orang yang minta tolong ke saya jadi PNS lewat jalur kebijakan (K2),” imbuhnya.

Modusnya sama, Rahmaniyah juga harus menyetorkan sejumlah uang sebagai DP kepada AM, sisanya harus dilunasi setelah sejumlah orang yang didaftarkan masuk dan memperoleh SK.

“Uang yang saya setor ke AM sekitar 1.8 miliar, itu yang berkwitansi. Ada juga yang tanpa kwitansi, totalnya Rp 2 miliar lebih,” rincinya.

Karena itu, istri politisi senior partai besutan GusDur ini, dua tahun lalu sempat juga menempuh jalur hukum untuk melaporkan AM, namun hingga kini belum ada tindak lanjutnya.

“Sekitar Maret 2019 lalu saya sudah laporan ke Polres Sumenep, tapi sampai sekarang malah tidak ada tindak lanjutnya,” bebernya.

Rahmaniyah mengaku, ada sekitar 40 orang yang meminta bantuannya untuk lolos menjadi PNS, namun tidak satupun yang diterima. Karena itulah dirinya mengklaim sebagai korban dari AM karena persyaratan dan uang DP dari pelamar semua disetor ke AM.

“Ada sekitar 35-40 orang, uang DP-nya semua masuk ke AM, posisi saya juga sebagai korban,” akunya.

“Begini, posisi saya juga korban mas, saya bantu orang, orang nyetor uang DP ke saya, uang tersebut saya setorkan ke AM, ada buktinya kok, bukti-bukti itu juga akan kita serahkan ke polisi,” tegasnya, mengakhiri pembicaraan.