TULUNGAGUNG, FaktualNews.co-Mengacu pada perubahan Perda Nomor 1 tahun 2020, mengenai pungutan atau retribusi, tarif pengutan di seluruh pasar tradisional di Tulungagung naik, per Januari 2021 ini.
Kepala UPT Pasar Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pasar Kabupaten Tulungagung, Zaenu Mochtar menuturkan sebenarnya tarif pungutan lapak bukan naik, namun hanya penyesuaian tarif.
“Sebenarnya tidak naik, hanya menyesuaikan tarif dengan aturan baru,” ungkap Zaenu, Senin (18/1/2021).
Zaenu menjabarkan, jika dulu penjual di emperan pasar per meter Rp 1.500, sekarang menjadi Rp 3.000. Pungutan tersebut akan disetorkan ke pemkab sebagai pendapatan asli daerah (PAD).
“Namun kenaikan tarif ini disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pasar. Kenaikan tarif pungutan lapak ini juga sudah dilakukan sosialisasi ke masing-masing pasar dengan diwakili 50 pedagang tiap pasar di Tulungagung,” jelasnya.
Adanya sosialisasi tersebut, diharapkan menjadi pemahaman awal bagi pedagang, serta bisa menyampaikan informasi kenaikan tarif ke pedagang yang lain.
“Beberapa waktu lalu kami sudah mengundang dari paguyuban pedagang pasar. Kami sampaikan kepada mereka akan ada penyesuaian tarif pungutan yang tertuang pada Perda baru,” pungkasnya.
Naiknya tarif pungutan tersebut, ditanggapi beragam oleh para pedagang, ada yang setuju dan ada yang keberatan lantaran kondisi pasar tengah sepi akibat Pandemi Covid-19.
Wahyudi, salah satu pedagang di Pasar Wage, ia mengaku keberatan dengan adanya kenaikan tarif pungutan lapak ini. Mengingat kondisi Pasar Wage yang sepi saat ini, justru dianggap membebani pedagang dengan adanya kenaikan tarif pungutan lapak.
Pasalnya, dalam satu hari, dia harus membayar Rp 5.000, dari sebelum kenaikan tarif Rp 3.500 untuk dua lapak yang dia miliki.
“Pasar ini sudah sepi dari beberapa tahun lalu. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 justru semakin sepi. Lah ini kok malah pungutan karcis dinaikan. Saya saja dalam sehari belum tentu ada pembeli, otomatis ini membuat saya dan pedagang lain merasa terbebani,” keluhnya.
Dia mengaku, dengan adanya kebijakan kenaikan tarif pungutan lapak ini. Pihaknya tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti aturan tersebut.
“Ya, saya sebagai rakyat kecil berharap kepada pemerintah tidak menambah beban kami. Kasihan para pedagang yang saat ini pasar sepi. Kami sudah kalah saing dengan pasar modern, jangan ditambah beban dengan menaikan tarif pungutan,” ungkapnya.
Sementara itu, pernyataan berbeda justru disampaikan oleh Suprihatin salah satu pedagang di Pasar Ngemplak. Dia mengatakan, kenaikan tarif pungutan lapak sebenarnya masih terbilang normal, karena hanya naik Rp 1. 500 rupiah saja.
Sebelum ada kenaikan tarif pungutan lapak, dia dikenakan biaya sebesar Rp 1 ribu untuk satu lapak. Dikarenakan dia memiliki dua lapak, maka nominal yang disetorkan adalah Rp 2.000.
Namun dengan adanya kebijakan kenaikan tarif pungutan lapak yang baru, dia harus membayar Rp 3.000 untuk dua kios yang dimilikinya.
“Dalam sehari saya ditarik dua kali yakni pada siang dan sore hari. Dengan adanya kenaikan tarif ini saya harus membayar Rp 6 ribu dalam sehari,” ungkap Suprihatin.
Suprihatin menjelaskan, selama lima tahun terakhir ini, baru kali ini tarif pungutan lapak dinaikkan dan kenaikan tarif ini sudah berjalan selama tiga hari terakhir.