FaktualNews.co

Masjid KH Hasan Mimbar Tulungagung, Jejak Sejarah Syiar Islam Sejak 1727

Ramadan     Dibaca : 1946 kali Penulis:
Masjid KH Hasan Mimbar Tulungagung, Jejak Sejarah Syiar Islam Sejak 1727
FaktualNews.co/latif syaipudin
Gerbang masjid KH Hasan Mimbar atau Masjid Majan khas Kerajaan Mataram.

TULUNGAGUNG, FaktualNews.co–Masjid KH Hasan Mimbar di Desa Majan Kecamatan Kedungwaru Tulungagung, ditilik dari sisi hitoris merupakan salah satu saksi bisa syiar Islam di Kabupaten Tulungagung sejak tahun 1727 Masehi.

Masjid ini pertama kali dibangun engan khas arsitek jawa, yaitu terdapat serambi (menyerupai balai) dengan berbentuk linmas, sebuah menara yang berdiri kokoh tanpa kerangka, dan lengkap dengan gerbang masjid khas Kesultanan Mataram.

Menilik jejak historisnya, Gus Ali Sodiq, salah satu pemangku masjid KH Hasan Mimbar ini menuturkan, bermula pada 1727 Masehi, Bupati Raden Ngabei Mangundirono merupakan Bupati Ngrowo I (Kabupaten Tulungagung) memerintahkan KH Hasan Mimbar untuk menyebarkan agama Islam di Kadipaten Ngrowo.

Perintah tersebut juga merupakan perintah Raja Mataram Sinuhun Pakubuwono II. KH Hasan Mimbar lalu mendapatkan sebidang tanah yang hari ini dikenal dengan nama Desa Majan, inilah yang kemudian menjadi awal mula bumi Perdikan Majan.

Bermula dari hal itu, Raden KH Khasan Mimbar, yang masih terhitung sebagai keluarga Kesultanan Mataram Islam saat dipimpin oleh Sri Susuhunan Pakubuwono II di Kartasura kemudian dikenal sebagai pendiri Desa Majan.

Tugas-tugas dalam perintah yang diberikan tersebut untuk berdakwah sekaligus melaksanakan urusan pernikahan secara islam. Tanah Perdikan Majan saat itu diberikan kebebasan untuk tidak membayar pajak kepada Hindia Belanda karena masih punya jejak historis dengan Mataram.

Peran Raden KH Khasan Mimbar dalam berdakwah yaitu tidak menghilangkan budaya atau adat jawa namun turut memasukkan unsur Islam dalam setiap keseharian masyarakat Kadipaten Ngrowo sebagai langkah dakwah untuk memisahkan mana ajaran Islam dan meninggalkan ajaran yang tidak sesuai syariat.

Bukti kuat jika Tanah Perdikan Majan punya posisi penting di pemerintahan Kadipaten Ngrowo, yaitu beberapa Bupati Ngrowo dimakamkan di sini. Di antaranya adalah R.M.T. Pringgodiningrat (Bupati keempat), R.M.T. Djajadiningrat (Bupati kelima), R.M.T. Pringgokoesomo (Bupati kesepuluh), dan Kanjeng Pangeran Haryo Kusumo Yudho (Patih ke-III Kesultanan Yogyakarta), dan makam keluarga lainnya yang masih terhitung kerabat kerajaan.

Sebagaimana halnya ulama Nusantara lainnya yang mempunyai Pondok Pesantren untuk mempermudah dakwah ke murid-muridnya, komplek Masjid Al-Mimbar juga terdapat Pondok Nggrenjol. Di Pondok inilah, para keturunan Raden KH Khasan Mimbar dahulu berdakwah dan tempat para santri untuk menimba ilmu.

Tugas menyebarkan agama Islam ini kemudian dilanjutkan oleh keturunan Raden KH Khasan Mimbar setelah wafat hingga Tanah Perdikan Majan diambil alih pemerintah Indonesia pada tahun 1979.

“Masjid Majan ini yang paling unik ini adalah kegiatan bacaan salalahu, lantunan solawat dan bacaan-bacaan yang berlagu jawa, sebelum puasa setiap malam jumat ada kegiatan ratiban atau tahlil naluri nada Jawa,” ungkap Gus Ali Sodiq, Minggu (25/4/2021).

“Peningalan beliau ada pusaka Kiai Golok, sebenarnya itu nama kemoderenan, kalau dilihat dari bentuknya kayak pedang, pusaka yang diberikan oleh Pakubuono II ke Hasan Mimbar untuk syiar agama,” lanjutnya.

Konsep dakwah yang diajarkan oleh KH Hasan Mimbar yaitu dengan proses akulturasi nilai Islam kepada budaya atau adat jawa.

“Dulu pondok sudah ada tapi dengan nama padepokan yang ada di maMjan, dulu itu ada, kegiatan di masjid termasuk tarekat. Kalau cara dakwanya itu tidak menghilangkan tradisi jawa juga. tetapi nilai islamnya dimasukkan situ,” terangnya.

Masjid ini pada tahun 1970-an sudah kena lumpur, kemudian pada tahun 1980-an dipugar dan dinaikkan masjidnya dan saat ini yang masih asli adalah atapnya dan menara corong yang dibangun tanpa ada besinya.

“Mohon maaf saya melihat masjid Majan dan Pendopo (Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso), penataannya hampir sama, strukturnya hampir sama, karena arsiteknya makamnya disini bupati ke empat,” pungkasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Sutono Abdillah