Liputan Khusus

Cerita Pontang-panting Warga Nonmuslim di Mojokerto Mencari Tempat Pemakaman

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Penolakan terhadap jenazah nonmuslim terulang kembali di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Hampir serupa dengan kejadian tahun 2019, keluarga yang sedang berduka harus pontang-panting mencari tempat pemakaman untuk sang jenazah lantaran mendapat penolakan dari warga.

Kali ini penolakan dialami oleh jenazah Sumiartotok warga Perum Bumi Sooko Permai, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Almarhum yang nonmuslim itu dinyatakan meninggal karena Covid-19 di Rumah Sakit Gatoel, Kota Mojokerto pada Kamis (8/7/2021) lalu.

Anak kandung almarhum Sumiartotok, Medianti Jibi Saraswati menceritakan, ayahandanya menghembuskan nafas terakhir sekira pukul 02.00 WIB dini hari.

Mendengar kabar itu, ia dan keluarganya langsung pergi ke rumah sakit untuk menandatangani dokumen dan segara mencari tempat pemakaman.

“Kami ini kan warga Gereja Katolik. Saya tahu bahwa memang ada iuaran kematian kalau di gerja itu setiap tahun. Jadi kami langsung menghubungi pihak lingkungan Gereja,” cerita Medianti kepada FaktualNews.co melalui telepon seluler, Sabtu (24/7/2021).

Medianti menceritakan, saat itu dia menghubungi pihak lingkungan Gereja Katolik guna meminta izin agar ayahandanya dikebumikan di komplek pemakaman Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.

Menunggu hingga pukul 04.00 WIB, dia menuturkan, baru ada kabar bahwa pihak pemakaman Kedundung menolak lantaran almarhum ayahnya teridentifikasi sebagai jenazah korban Covid-19.

“Ya sudah. Saya kan harus cari jalan lain. Nah, kemudian suami saya tanya pak RT untuk bisa di makamkan di Desa sini (Sooko). Terus saya dikasih nomor salah satu Perangkat Desa bernama Heru dan kemudian mendatangi ke rumahnya,” kata Medianti.

Dari Perangkat Desa tersebut, pihaknya mendapat jawaban jika jenazah ayahandanya tidak bisa dikebumikan di pemakaman lingkungan Perum Sooko Indah dengan dalih ayahnya merupakan warga nonmuslim dan tempat pemakaman tersebut khusus untuk warga beragama Islam.

“Otomatis saya emosi, bapak ini warga sini lama, kok tidak bisa, apa warga sini muslim semua?, Kan tidak to,” keluh Medianti.

Bersama keluarganya dia pun mencari jalan lain agar ayahandanya bisa segera dikebumikan.

Medianti kemudian mencari info di pemakaman Losari, Kecamatan Gedeg. Ternyata di sana juga ditolak dengan alasan pemakaman untuk nonmuslim warga Geraja Kristen Jawi Wetan (GKJW). “Tidak bisa, ditolak juga,” katanya.

Hari semakin siang, dia pun menghubungi saudara-saudaranya yang ada di daerah Blitar. Kebetulan di sana ada kerabanya yang memiliki tempat pemakaman keluarga. Akhinya sekitar pukul 07.30 WIB, keluarga memutuskan jenazah sang ayah dimakamkan di Blitar.

“Kita sudah persiapkan semuanya, untuk mobil ambulansnya. Di blitar sudah siapkan semua, makam sudah digali dan segala perlengkapannya,” jelasnya.

Berselang 15 menit sebelum penjemputan jenazah ke RS Gatoel untuk diberangkatkan ke Blitar, sekitar pukul 09.30 WIB pihak keluarga mendapatkan informasi dari humas RS Gatoel itu bahwa Dinkes memberi kabar akan membantu proses perizinan.

“Dari Dinkes mengizinkan kalau dimakamkan di pemakaman Kedundung, nanti dibantu perizinannya sama warga sekitar, katanya seperti itu. Lah, itu lima belas menit sebelum berangkat ke Blitar,” ungkap Medianti.


Berita menarik lainnya:

Keluarga “Rela” Makam Warga Kristen di Mojokerto Dipindahkan, Staf KontraS Alami Penganiayaan
Muncul Pembongkaran Makam Warga Nonmuslim di Mojokerto, Pemdes Baru Siapkan Lahan TPU 


Medianti dan keluarganya mempertimbangkan kalau dimakamkan di Blitar terbilang cukup jauh tetapi di Blitar segalanya telah dipersiapkan. Jika dimakamkan di Kedundung dia khawtir akan terjadi polemik lagi mengenai perizinan.

“Jadi saya semakin lama mikirnya, semakin lama papa untuk bisa dimakamkan, bisa sampai nanti tengah malam baru dimakamkan. Akhinya kita putuskan Papa dimakamkan di Blitar saja,” tuturnya.

Dari pengalaman pahit itu Medianti berharap hal serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari di Kabupaten Mojokerto. Tidak ada lagi kasus jenazah warga nonmuslim yang terkena Covid-19 kesulitan mencari tempat pemakaman.

“Orang sudah kesusahan karena minggal dunia, ditambah kesulitan mencari pemakaman. Kalau misal tidak ada opsi seperti papa dimakamkan di pemakaman keluaraga, kan juga kasihan,” harapnya.

Dalih Perangkat Desa Sooko

Dikonfirmasi terpisah, Kasi Kesra Desa Sooko, Heru membenarkan penolakan tersebut. Alasannya, pemakaman lingkungan Perum Sooko diperuntukkan untuk warga yang beragama Islam saja.

“Pemakaman itu diperuntukkan untuk warga muslim. Itu sudah perjanjian dari awal yang dipegang oleh ketua rukun kematiaannya. Jadi kalau ditolak karena Covid-19 itu tidak benar,” kata Heru, via telepon, Sabtu (24/7/2021).

“Ada akadnya itu. Tanah itu boleh dilepas atau dibeli oleh pemiliknya asal untuk warga muslim,” terang Heru.

Lahan pemakaman tersebut, menurut Heru, dibeli dengan uang iuaran dari warga Perumahan BSP, Sooko dan Teratai Indah.

“Warga-warga ini yang beli khusus Muslim. Sampai sekarang warga masih membayar iuran. Kalau nonmuslim ada grupnya sendiri, di wilayah mana gitu,” ungkapnya.

Sementara, Kepala Desa Sooko, Happy Wahyudi menyatakan bahwa yang melakukan penolakan itu pihak pemakaman di lingkungan Balongrawe, Kelurahan Kedundung, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto.

“Yang menolak itu Balongrawe, bukan Sooko,” jawabnya singkat saat dihubungi melalu pesan WhastApp.

Respon Gusdurian Mojokerto

Peristiwa penolakan pemakaman itu mendapat Sorotan dari Komunitas Gusdurian Mojokerto. Tindakan tersebut dinilai bersebrangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Ketua Gusdurian Mojokerto, Imam Maliki mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat permintaan klarifikasi kepada Pemerintah Desa Sooko yang ditembuskan kepada Forkopimda Kabupaten Mojokerto dan Kecamatan Sooko. Namun hingga saat ini tak kunjung mendapat respon dari Pemerintah Desa.

“Kami sudah melayangkan surat dan menemui Kepala Desa Sooko, tapi belum menemukan jawaban yang tepat,” ujarnya.

Maliki menjelaskan, dalam surat yang kita kirimkan mempertanyakan beberapa hal. Yakni, pertama, apakah makam milik Desa Sooko hanya diperuntukkan untuk warga beragama Islam saja? Jika memang benar, apa dasar hukumnya?

Kedua, Jika memang benar pemakaman desa diperuntukkan secara khusus untuk warga muslim saja, bagaimana tanggung jawab Pemerintah Desa atas nasib warga yang beragama selain Islam terkait pemakaman?

“Sejak surat dilayangkan, hingga kini Gusdurian Mojokerto belum mendapatkan respon berupa balasan surat secara resmi dari Pemerintah Desa. Hal ini dilakukan oleh Gusdurian Mojokerto sebagai salah satu upaya mendorong terwujudnya pelayanan umum selaras dengan Pancasila dan UUD 1945,” tandas Maliki.