SURABAYA, FaktualNews.co – Kuasa hukum Mulyo Hadi, Johanes Dipa Widjaja, meminta Presiden Joko Widodo memerhatikan laporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum aparat kepolisian dalam perkara sengketa lahan di Puncak Permai Kota Surabaya.
Johanes menjelaskan, saat itu ada ratusan orang diduga preman melakukan main hakim sendiri berupa penganiayaan anak dan pengrusaka, yang disertai pengusiran di lokasi objek sengketa lahan.
“Apalagi berdasakan keterangan yang saya peroleh pada saat kejadian ada oknum aparat (kepolisian) yang membiarkan dan atas hal tersebut telah dilaporkan oleh klien saya ke Propam Polda (Jatim),” ujar Johanes usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (3/8/2021).
Ia menilai, pembiaran oknum kepolisian di lokasi objek sengketa lahan yang saat ini sedang berperkara di PN Surabaya dengan nomor 374/Pdt.G/2021/PN.SBY merupakan bentuk abuse of power dan pelecehan terhadap institusi peradilan.
“Terlebih lagi atas kejadian tersebut diduga telah menimbulkan korban yaitu pengacara yang lama (Lim Tji Tiong),” lanjutnya.
Johanes menceritakan, peristiwa premanisme itu terjadi pada tanggal 9 Juli 2021 lalu. Mulanya waktu itu datang 50 orang yang diduga sekelompok preman dan kemudian sekitar pukul 21.30 WIB, tiba-tiba datang tambahan massa sekitar 150 orang melakukan tindakan bringas dengan melakukan penyerangan, penganiayaan dan pengusiran para ahli waris dari lokasi tanah sengketa bahkan ada yang merampas HP.
Kemudian mereka juga mencopot dan merusak papan nama yang dipasang oleh ahli waris. Mirisnya, semua tindakan itu kata dia, diketahui oleh oknum aparat kepolisian.
“Sayangnya, ada oknum aparat kepolisian mengetahui hal itu tapi melakukan pembiaran. Terlebih lagi, saat itu masih dalam masa PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) darurat, tapi dengan sangat berani melakukan penyerbuan seakan-akan kebal hukum,” lanjutnya.
Johanes Dipa berharap, semoga perkara ini dapat menjadi pelajaran dan contoh bahwa tidak ada yang kebal hukum sekalipun itu orang ternama.
Ia menambahkan, sebenarnya perkara ini sangat terang benderang. Bagaimana bisa SHGB tertulis di kelurahan Pradahkalikendal tapi menunjuk lokasi di Lontar.
“Saya juga mendapat informasi adanya dugaan oknum BPN yang menyarankan untuk keperluan pengukuran perpanjangan SHGBnya yang akan berakhir,” tandas dia.
Sebelumnya, Kabid Propam Polda Jatim AKBP Taufik Herdiansyah ketika dikonfirmasi menyebut jika kasus ini dilaporkan pada 15 Juli 2021 lalu. Ia mengatakan, kasus ini masih dalam penyelidikan Subbidpaminal Polda Jatim sesuai yang tertera dalam Surat Perkembangan Hasil Pemeriksaan Propam (SPHPP2-1) dengan tertanda Kasubbagyanduan Kompol Erika Lensiana.
“Suratnya masuk 15 Juli 2021,” tulis Taufik dalam pesan singkat.
Sementara Adidhrama Wicaksono selaku kuasa hukum dari Widowati Hartono menyatakan bahwa kliennya merupakan pemilik sah atas objek tanah seluas 6.850 meter persegi tersebut. Objek tanah itu dibeli dari PT Darmo Permai berdasarkan akta jual beli yang dilakukan pada tahun 1995.
“Sehingga sertifikat tersebut telah beralih dari PT Darmo Permai kepada klien kami dengan cara yang sah secara hukum dan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya.
Setelah terjadi jual beli, ungkap Adi, objek tanah itu langsung dikuasai Widowati Hartono, dengan membuat pagar tembok diatas tanah tersebut. Namun pada 2016, ada pihak yang tidak bertanggung jawab menjual objek tanah itu melalui iklan surat kabar.
“Atas peristiwa itu, klien kami memasang plang yang bertujuan agar menghindari perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam upayanya menjual tanah klien kami tanpa hak,” ungkapnya.