Pendidikan

Pendidikan Karakter, Disdikbud Bondowoso Wajibkan Siswa Berbahasa Daerah Halus

BONDOWOSO, FaktualNews.co – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Bondowoso berencana menanamkan pendidikan karakter pada siswa di wilayah Kabupaten setempat.

Selain reaktivasi kepramukaan, para siswa juga akan diwajibkan menggunakan bahasa daerah secara halus pada guru, orang tua dan masyarakat.

Menurut Kepala Disdikbud Kabupaten Bondowoso Sugiono Eksantoso, mayoritas warga di Kabupaten Bondowoso menggunakan bahasa Madura, sehingga para siswa bakal diwajibkan berbahasa Madura halus.

“Oktober nanti ada program dalam rangka implementasi Permendikbud nomor 63 tahun 2014 tentang pendidikan Pramuka,” ucap Sugiono beberapa waktu lalu.

Ia menyebut, hal itu jarang dilakukan di lembaga pendidikan Bondowoso. Oleh karenanya, nantinya para tenaga pendidik dan peserta didik harus mengenakan baju Pramuka pada Jumat dan Sabtu.

“Kemudian tiap Jumat anak-anak kita harus menggunakan bahasa Madura ‘Enggi Bunthen’ (Madura halus: Iya/Tidak). Wajib di kelas semuanya pakai ‘Enggi Bunthen‘,” kata Sugiono kepada sejumlah media.

Pihaknya ingin hal itu diterapkan sebagai wujud tata Krama para siswa kepada orang yang lebih tua.

“Saya ingin ada tata krama, andhap asor. Anak-anak kepada reng seponah (orang tuanya), keluarganya, kepada masyarakat pudar semua, sekarang hanya menggunakan bahasa Indonesia,” ungkapnya.

Ia menegaskan, bahwa kebijakan ini bukan merupakan bentuk diskriminasi kepada para siswa non suku Madura.

“Muloknya kan bahasa Madura. Yang Jawa ya Jawa. Tapi lihat muloknya sekarang. Wong ini orang Madura kok gak bisa bahasa Madura ‘Enggi Bunthen‘,” sergahnya.

Namun, ia belum memastikan nanti bagaimana bagi para siswa yang dari suku non Madura yang bermukim di Kabupaten Bondowoso.

“Maka yang Madura itu (Bahasa Madura halus), yang Jawa monggo. Toh, hanya satu hari dalam seminggu, tiap Jumat saja,” tuturnya.

Sugiono menambahkan, langkah ini sebagai upaya membiasakan anak agar lebih sopan dan memiliki tata krama terhadap guru, orang tua dan masyarakat.

“Jadi selain Pramuka lengkap, mereka juga harus menggunakan bahasa ‘Enggi Bunthen‘. Demi pendidikan karakter,” tegasnya.

(Deni)