Peristiwa

Nelayan Puger Jember Kesulitan Peroleh Solar, Harus Berbagi dengan Tengkulak

JEMBER, FaktualNews.co – Ratusan nelayan di Kecamatan Puger mengaku kesulitan mendapatkan BBM jenis solar untuk melaut selama sebulan belakangan ini.

Untuk mendapatkan solar di SPDN (Stasiun Pengisian BBM Khusus Nelayan), para nelayan itu dibatasi dan harus berbagi dengan tengkulak.

Terkait kelangkaan BBM solar itu, para nelayan terpaksa antre berjam-jam di SPDN. Kalau tidak, mereka mencari dan membeli solar lewat Pom Mini tidak resmi yang stoknya malah didapat dari SPDN.

Padahal terkait solar saat ini sangat dibutuhkan para nelayan. Karena sejak bulan Agustus hingga September ini musim panen ikan di laut.

Hariadi, seorang nelayan, mengakui langkanya BBM solar karena para nelayan harus berbagi dengan tengkulak. Bahkan kata Hariadi, ada ketidakadilan dari pihak SPDN, karena lebih mendahulukan melayani para tengkulak.

“Kami kesulitan mendapatkan solar, karena pihak SPDN hanya melayani (mendahulukan) tengkulak atau pedagang eceran yang membawa jerigen,” kata Hariadi di TPI Puger, Minggu (5/9/2021) sore.

Ditambah lagi, lanjutnya, saat para nelayan akan membeli BBM solar di SPDN, juga harus melampirkan surat rekomendasi.

“Untuk membeli harus ada rekom (surat izin membeli BBM khusus nelayan). Sedangkan rekomnya kalau diurus berbelit-belit, nelayan sendiri masyarakat awam,” katanya.

Saat sudah mendapat surat rekom, kata pria yang sudah 10 tahun bekerja sebagai nelayan ini, untuk pembelian BBM solar masih harus dibatasi 100 liter per nelayan.

“Padahal kebutuhan kita bisa lebih, minimal 200 liter. Sehingga kita kesulitan, padahal kebutuhan nelayan ini kan lebih, karena 100 liter itu hanya cukup untuk berangkat saja. Kalau kita di tengah laut bagaimana mau pulang?” ucapnya.

Pernah, kata Hariadi, nelayan melaut malah terdampar di tengah laut. “Karena kehabisan BBM. Untung ada jukung (kapal nelayan kecil) yang lewat dan minta bantuan. Akhirnya dibantu dapat BBM, bisa pulang. Kalau gak bisa pulang bagaimana,” ungkapnya.

Terkait kondisi ini, Hariyadi berharap ada perhatian pemerintah untuk memberikan solusi.

“Apalagi saat ini musim panen ikan. Kami butuh BBM. Ini sudah sebulan susah atau langka BBM ini. Sekalinya ada, masih harus antri. Karena banyak nelayan butuh BBM. Lah SPDN nya malah mendahulukan tengkulak,” ujarnya.

Nelayan lain, Jamadi, menyatakan kondisi langkanya BBM jenis solar itu dinilai menyusahkan untuk mencari ikan.

“Karena sulitnya mencari solar, terpaksa kita beli eceran tidak langsung ke SPDN. Per liter kita kena Rp 8 ribu di tengkulak. Padahal kebutuhan kita, kapal besar sekitar 200 liter. Kapal jukung (kecil, red), itu bisa sampai 20 literan,” ujarnya.

Saat harus membeli di SPDN, lanjutnya, juga harus antre berjam-jam. Tak jarang yang antre para istri, karena pada saat yang sama, para suami sedang melaut.

“Anehnya, kalau beli harus ada surat izin atau rekom. Padahal kita sudah punya kartu nelayan. Terus buat apa kartu dari Pak Jokowi itu,” imbuhnya.

Surat izin yang dimaksud, kata Jamadi untuk membeli BBM solar di SPDN.

“Surat izin itu kita pakai beli ke SPDN, juga bisa ke Pom (SPBU) Puger yang di pinggir jalan itu. Tapi ya gitu, kadang bisa, kadang tidak. Dibatasi,” pungkasnya.