Pungutan SMA Negeri di Jatim Bervariasi, Sekolah di Luar Surabaya Lebih Besar
SURABAYA, FaktualNews.co – Alih-alih Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa melarang adanya pungutan SMA atau Kejuruan serta SLB Negeri. Pungutan justru subur terjadi hampir di semua sekolah di daerah jenjang tersebut se Jawa Timur. Nilainya pun bervariasi, namun rata-rata lebih besar dibanding Kota Surabaya.
Seorang wali murid SMA Negeri 1 Gondang Mojokerto, berinisial S kepada media ini menuturkan, bila dirinya dimintai pihak sekolah membayar uang bulanan sebesar Rp 235 ribu.
“Iyo mas ank u Ng negeri jek mbayar (Iya mas, anakku di SMA Negeri masih membayar). (SMA Negeri mana?) Gondang,” tutur S melalui aplikasi percakapan, Rabu (20/10/2021).
Selain biaya tersebut, ia mengaku juga dimintai tabungan wajib sebesar Rp 50 ribu. Ironisnya, kebijakan ini kata dia, berlangsung semenjak buah hatinya menduduki kelas 10 alias kelas I SMA.
Dari apa yang dialaminya itu, S kemudian mempertanyakan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur dibawah kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa yang sejak awal menggembar-gemborkan pembebasan biaya sekolah SMA atau Kejuruan serta SLB Negeri di wilayahnya.
“Aq Yo bertanya, jare gratis kok jek d pungut biaya (Saya juga bertanya, katanya gratis kok masih ada pungutan biaya),” imbuh dia.
Lebih lanjut, dirinya kembali menyebut jika anakknya dikenakan biaya pendaftaran Rp 2,5 juta sewaktu pendaftaran di awal tahun pelajaran 2019-2020.
Tentu saja hal tersebut menurutnya sangat bertolak belakang dengan janji Gubernur Khofifah Indar Parawansa sewaktu masa kampanye. Dimana melalui Program Nawa Bhakti Satya, mantan Menteri Sosial Kabinet Joko Widodo itu berjanji akan berfokus pada pendidikan dan kesehatan gratis untuk seluruh komponen melalui slogan Tis-Tas atau Gratis dan Berkualitas.
“Iyo iku pling tidak, jnjine Khofifah nk dadi kan sekolah gratis. La setelah ank u masuk SMA kok kena pendaftaran klo g salah 2,5 jta (Iya itu mungkin tidak, janjinya Khofifah kalau jadi (Gubernur Jatim) kan sekolah gratis. Setelah anakku masuk SMA (Negeri 1 Gondang) kok kena pendaftaran kalau tidak salah Rp 2,5 juta),” tandasnya.
Senada dengan yang disampaikan S, wali murid yang bersekolah di SMA Negeri 4 Sidoarjo, sebut saja N. Mengatakan bila anaknya juga dimintai biaya bulanan dan uang gedung. Namun besarnya tidak ditentukan karena bersifat sukarela.
“Ada yang bayar (bulanan) Rp 350 ribu, kalau aku nggak segitu kan sukarela,” ucapnya, Rabu (27/10/2021).
Sementara itu, pungutan juga terjadi di beberapa SMA Negeri Surabaya. Nilainya bervariasi, berkisar antara Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu. Angka tersebut cenderung lebih kecil bila dibandingkan sekolah yang ada di daerah lain.
Kondisi ini kemudian dibenarkan Waka Kurikulum SMA Negeri 16 Surabaya, Tjahjo Baskoro Widi. Ia menyebut, penarikan dana terhadap peserta didik merupakan bentuk penggalangan dana untuk menunjang proses belajar mengajar yang disebut partisipasi masyarakat.
Hal itu kata dia, sah menurut aturan. Yakni sesuai Permendikbud 75 Tahun 2016 dan Surat Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
“Jadi memang untuk pendanaan di sekolah itu ada BOS (Bantuan Operasional Sekolah), BPOPP (Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan) sama Parmas (Partisipasi Masyarakat), tiga ini saja yang diizinkan. Jadi kalau disebut pungutan apalagi pungli. Jadi itu sudah sesuai dengan regulasi yang tadi,” tuturnya, Jumat (22/10/2021).
Penggalangan dana tersebut, dijelaskan Tjahjo hanya boleh dilakukan atas persetujuan Komite Sekolah.
“Jadi cara legalnya begitu,” tutupnya.