Peristiwa

Tuntut UMK 2022 Rp 4,5 Juta, Ratusan Buruh di Mojokerto Demo Kantor Pemkab

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Perjuang Buruh Mojokerto (APBM) Mojokerto melakukan aksi demo di depan Kantor Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Kamis (25/11/2021).

Aliansi ini terdiri dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Mojokerto.

Mereka menuntut kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) Mojokerto 2022 sebesar Rp 4,5 juta kepada Bupati Mojokerto, Ikfina Fahmawati.

Dalam aksi itu, para buruh membawa poster bertuliskan ‘UMK Mojokerto 4,5 juta harga mati’ dan ‘PP 36/2021 menyengsarakan buruh’.

Dengan dijaga ketat oleh kepolisian, mereka satu persatu bergantian melakukan orasi menuntut upah layak demi memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mencekik.

Koordinator aksi, Eka Herawati tampak meneriakan yel-yel dengan lantang membakar semangat para buruh yang turun ke jalan.

Ia mengatakan, bahwa buruh dan masyarakat Kabupaten Mojokerto menginginkan kesejahteraan terhadap upah pekerjaan, perekonomian, dan perlindungan keluarga.

Ia menilai, besaran UMK yang diusulkan oleh Pemkab Mojokerto kepada Pemerintah Provinisi Jatim tak sesuai dengan konsep upah yang berkeadilan.

Ditambah dengan keluarnya kebijakan yang dianggap tak berpihak terhadap buruh. Salah satu bukti nyata kebijakan yang mencekik buruh adalah rencana penetapan UMK tahun 2022 yang akan mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

Dengan begitu, penetapan upah akan mengacu kepada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai inflasi dan pertumbuhan ekonomi makro.

“Kita semua tahu, kebijakan Indonesia saat ini di kondisikan oleh Pemerintah Pusat. Tapi mereka telah gagal mensejahterahkan masyarakat. Inilah salah satu gagalnya pemerintahan mensejahterahkan masyarakat dengan melahirkan PP nomor 36 yang isinya sangat tidak mendukung kita,” tegas Eka berorasi di atas mobil komando.

Maka dari itu, para buruh ini menolak keras UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tersebut karena tidak relevan dengan kondisi atau kebutuhan buruh di lapangan.

“Kami menolak Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan,” jelas Eka.

Hingga berita ini ditulis, perwakilan massa aksi masih melakukan audensi dengan Bupati Mojokerto terkait tuntutan mereka.